Kontroversi Ekstrimis Global Dalam Opening Olimpiade Paris

Penyelenggaraan Olimpiade tentu menjadi ajang bagi setiap Negara di seluruh Penjuru dunia untuk dapat bersaing dalam menunjukkan eksistensinnya. Dalam Kontentasi olahraga terbesar ini, umumnya terdapat banyak sekali atlet dari tiap negara yang hadir dalam mengikuti berbagai cabang olahraga, terlebih Kontestasi ini juga tentu menarik mata dunia untuk melihat berbagai aksi yang dilakukan para atlet ataupun Kemegahan hingga kebesaran Tuan Rumah Penyelenggara dalam mengadakan Kegiatan ini. Agenda yang secara esensial menciptakan suasana hegemoni karena seluruh negara dapat bercengkrama satu sama lain tanpa memandang Rasisme, ataupun hal hal Politis, nyatanya kerap kali di Tunggangi oleh Kepentingan Politik Internasional.

Pembukaan Olimpiade 2024 yang bertabur dengan Kemegahan dan Representasi Kota Paris yang kaya akan Sejarah Eropa nyatanya menuai banyak Kontroversi dan mengalami kecaman dari banyak Pihak. Mulai dari Penampilan Theatrikal yang mempertontonkan sosok Marie Antoinette memegang Kepalanya yang terpenggal hingga Penampilan Kontroversial Drama Musikal Parodi yang diduga kuat merupakan Representasi dari “The Last Supper” Karya Leonardo da Vinci dengan Para Aktor LGBT.

Marie Antoinette sendiri merupakan Ratu Prancis terakhir yang berakhir tragis. Ia bersama Suaminya Raja Louis XVI berakhir pada Tajamnya Guillotine akibat Revolusi yang dilakukan rayat Prancis pada sepanjang tahun 1790’an. Peristiwa sejarah ini yang kemudian melatarbelakangi Penampilan Kontroversi Ratu Marrie yang di pertontonkan sedang memegang kepalanya yang terpenggal. Tentu hal ini menjadi sebuah Polemik karena didalamnya terdapat Unsur sensitif yang tentunya akan menyinggung berbagai Pihak diseluruh dunia, khususnya Negara – negara yang masih menganut sistem Monarki. Terlebih, Hal ini di pertontonkan secara terbuka kepada seluruh Penonton yang notabene terdapat anak – anak dibawah usia juga yang melihat kejadian memilukan ini.

Kontroversi selanjutnya ialah Penampilan The Last Supper yang dinilai sangat menyinggung moderasi dan hegemoni beragama. Kecaman ini berlangsung akibat Banyak sekali hal tidak senonoh yang di pertontonkan dalam Teatrikal ini, terlebih para pemain ini merupakan Transgender hingga LGBT. Kecaman ini datang berbagai pihak diseluruh Penjuru dunia, termasuk petinggi Space X Elon Musk. Dalam akun X nya ia menyampaikan bahwa pertunjukan seperti ini sangat tidak menghormati orang – orang Kristen.

Islamolog Ayang Utriza turut mengomentari hal tersebut. Menurutnya terdapat Agenda politis yang muncul dalam Pembukaan Olimpiade ini. “Jiwa dan Semangat Olahraga itu harus jauh dari symbol dan isu Agama maupun Politik, tetapi mereka justru memasukkan symbol agama tertentu kedalam Olahraga. Lebih dari pada itu, dengan penampilan di acara pembukaan olimpiade, mereka mencemooh, mengejek, dan merendahka agama Kristen” ujarnya dilansir dalam laman NU Online (30/07/2024).

Disisi lain, Penyelenggara Olimpiade Paris berdalih bahwa Penampilan itu bukan bermaksud menyinggung The Last Supper seperti yang disebutkan, namun merujuk pada Legenda Dewa Dewi Yunani Kuno. Namun, isu LGBT sendiri merupakan hal yang sangat sensitif dan tentu dapat menimbulkan segregasi karena terdapat banyak sekali Penolakan negara di seluruh Dunia terkait LGBT ini sendiri dan menjadikannya sebagai Agenda Politis dibalik Penampilannya pada Pembukaan Olimpiade Paris. Langkah seperti ini tentu merupakan cara Ekstrimis yang seakan ingin memaksakan Pemahaman tentang LGBT kepada Negara lain yang secara jelas menolak terlebih menyematkannya dalam unsur teologis. Ditambah, ini merupakan sebuah pukulan keras terhadap Olimpiade yang secara esensial merupakan Murni Olahraga yang tidak seharusnya memiliki muatansi Politis.

Kondisi semacam ini tentu akan menimbulkan Perspektif buruk Bagi Prancis yang dikenal sebagai Pusat peradaban Eropa dan Keberlangsungan Olimpiade itu sendiri sebagai ajang yang sarat akan kepentingan Politik. Keberlangsungan Olahraga tentu harus dipisahkan dengan muatan Politis ataupun Agenda Politik Dunia yang memungkinkan terjadinya Segregasi atau Perpecahan. Karena kembali lagi, esensi dari Penyelenggaraan Olimpiade sendiri ialah Menciptakan Hegemoni serta Mengeratkan tali persaudaraan antar Manusia yang sebelumnya kerap memanas akibat catur perpolitikan Dunia.

Written by 

STAI Binamadani merupakan Perwujudan dari cita cita pendiri untuk memperjuangkan kesejahteraan kehidupan umat melalui perguruan tinggi yang dengan sengaja mentransfer ilmu ilmu agama, sosial, humaniora, dan eksakta.