Praktik korupsi yang terjadi di dalam negeri bukan lagi hal yang mengherankan, sudah banyak sekali para pejabat dari berbagai tingkatan yang terjerat dari praktik ini. Mulai dari Pejabat tinggi Sekelas Menteri, anggota parlemen, bahkan Kepala Desa yang berada pada Tingkat Desa. Fenomena memilukan ini seakan menjadi pertontonan Publik yang Lumrah ketika banyak sekali para Pejabat Publik yang dengan mudah terjerat dalam kasus ini. Seakan tidak memiliki atau tidak diajarkan mengenai etika dan nilai moral terhadap jabatan yang ia miliki. Praktik ini yang jelas jelas bertentangan dengan Nilai Moral karena Sebagian besar memanfaatkan kekuasaan ataupun Jabatannya untuk menyelenggarakan Praktik Korupsi ini bahkan Bersama dengan para koleganya (09/11/2023).
Korupsi sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) di definisikan sebagai Penyelewengan atau penyalahgunaan uan negara (Perusahaan, Organisasi, Yayasan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Praktik ini memanfaatkan segala macam cara ataupun upaya terlebih dengan jabatannya demi mendapatkan Keuntungan dengan merugikan pihak lain. Dilansir dalam laman resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebutkan dengan jelas setidaknya tercantum dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang kemudian di ubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) bahwa setidaknya Korupsi di rumuskan dalam 30 bentuk/Jenis dan Pada Dasarnya dapat dikelompokan menjadi, Kerugian Keuangan Negara, Suap – menyuap, Penggelapan dalam Jabatan, Pemerasan, Perbuatan Curang, Benturan kepentingan dalam pengadaan, dan Gratifikasi.
Hiruk pikuk terkait Korupsi di Indonesia sendiri sudah memasuki masa Urgensi, yang mana dilansir dari laman Transparency International Indonesia (TII), bahwa Indonesia Menempati Posisi ke 110 dari 180 Negara yang disurvei terkait Indeks Persepsi Korupsi pada tahun 2022. Peringkat yang sangat buruk dan memilukan ini tentu membuat Indonesia mengalami Penurunan Kualitas Pejabat Publik karena banyaknya yang terjerat akan Praktik ini. Lebih lengkapnya TII menyebutkan bahwa situasi semacam ini mengartikan bahwa Praktik Korupsi masih cenderung berjalan lambat bahkan terus menerus memburuk akibat minimnya dukungan yang nyata dari para pemangku kepentingan.
Dari kejadian semacam ini, tentu Pemerintah yang kemudian dikolaborasikan dengan Institusi Pendidikan sangat perlu untuk Melakukan Pendidikan Anti Korupsi. Pendidikan ini yang diharapkan dapat Menumbuhkan Karakter Anti Korupsi yang tentu didasari berdasarkan nilai nilai penekanan moral. Agus Supandi dalam Jurnalnya yang berjudul Peran Pendidikann Anti Korupsi dalam Rangka Mewujudkan Pebangunan Nasional yang bersih dari Korupsi menyatakan bahwa Pendidikann anti Korupsi sebagai toggak awal dalam kehidupan bermasyarakat, dan sudah sepantasnya mempunyai peran yang cukup besar dalam pencegahan korupsi agar pembangunan yang akan dan sedang berlangsung dapat tercapai sesuai dengan amant dari UU 1945. Model Pendidikan ini dapat diberikan dengan berbagai ketentuan baik formal ataupun non formal. Tenaga ajar atau dalam hal ini Guru harus mampu Menerapkan model Pembelajaran Anti Korupsi yang terintegrasi dengan mata Pelajaran yang merupakan hal formal dalam kegiatan Belajar Mengajar. Penyelenggara Pendidikan juga perlu Menerapkan sikap ini saat berada dalam diluar jam pelajaran yang mengacu pada seluruh aktivitas dan pembiasaan agar terbangun konsep Budaya anti korupsi.
Penyelenggaraan Sarana Pendidikan Anti Korupsi ini dirasa sebagai Pencegahan Sejak dini karena Paham yang ditanamkan kepada anak sejak usia dini ini akan mempengaruhi ia di masa mendatang, tentunya hal ini juga harus diiringi dengan budaya penolakan anti korupsi yang dilakukan secara massif. Pendidikan semacam ini juga dapat dengan mudah di kaitkan dengan Perspektif Agama yang menekankan Moralitas dalam Perspektif Teologis. Nidhaul Khusna dalam Jurnal Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Menumbuhkan Karakter Anti Korupsi juga menyebutkan bahwa Guru PAI memiliki peranan Penting dalam hal menumbuhkan karakter anti korupsi, hal ini mengacu pada spesialisasi guru tersebut yang akan menekan Pandangan Anti Korupsi dari Perspektif Agama yang merupakan faktor Mutlak dari penganutnya.
Pendidikan ini harus dengan betul di praktikan oleh para guru di sekolah, karena lagi lagi Guru sendiri dapat disebut sebagai seorang role model dari siswa yang diajarnya. Dari Role Model ini jika memang Pendidikan yang diberikan oleh seorang guru dirasa sudah optimal, optimal dalam hal Pendidikan Formal anti korupsi dan Pendukung lainnya, tentu akan menciptakan Generasi Mendatang yang bebas dari Praktik Korupsi. Hal – hal semacam ini yang kadang luput dari Seorang Tenaga ajar karena kerap kali hanya memberikan materi Pendidikan formal tanpa melihat fenomena ataupun kemungkinan fenomena yang akan terjadi di masa mendatang. Dan pentingnya seorang guru untuk mengentahui bahwa dirinya merupakan salah satu Gate Keeper dari seorang siswa yang ia ajar.