Candu, satu kata yang mewakili atas segelintir rangkaian peristiwa keuntungan atau pun kerugian dalam Fenomena Judi Online (Judol). Fenomena judi sendiri sebenarnya merupakan fenomena lawas yang seakan terawat pada lapisan akar masyarakat dan mengalami kemajuan mengikuti Perkembangan Teknologi dengan di Pindahkannya kedalam Sistematika Daring / Online. Fakta uniknya, terdapat sekitar Ribuan bahkan jutaan Situs Judi Online yang berlalu Lalang mewarnai Lintas Digitalisasi baik secara diam diam atau pun terang terangan. Dan Mirisnya, Fenomena ini mulai di Gandrungi oleh kaum remaja terlebih kalangan Berpendidikan seperti Mahasiswa (16/11/2023).
Fenomena ini mengalami Peningkatan yang sangat pesat, terbukti dengan naiknya valuasi atas Transaksi Haram ini dengan Rasio kenaikan Tiap tahunnya dan Mengalami Peningkatan yang signifikan pada 2022. Dilansir dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), selama periode 2017 – 2022 terdapat nilai Transaksi Judi Online sebanyak Rp. 190 Triliun dengan Jutaan Tingkat Partisipasi masyarakat didalammya. PPATK juga menyebut tengah memblokir setidaknya 500 Rekening Judi Online yang didalamya terdiri dari banyak lapisan elemen diantaranya Oknum IRT, Mahasiswa, Pelajar, Pekerja Swasta hingga Pengawai Negeri Sipil (PNS). Fakta mengejutkan ini juga didukung oleh Data dari Kementrian Komunikasi dan Informasi yang menyebutkan Pihaknya Pihaknya menemukan sekitar 1.931 Rekening terkait Perjudian dengan Sekitar 201 Rekening sudah dilakukan Pemblokiran Sejak September 2023.
Fakta memilukan yang menjerat Kaum Terpelajar Khususnya Mahasiswa membuktikan bahwa masih Minimnya kesadaran diri Individu dalam Memahami Bahayanya dampak yang akan di akibatkan oleh Judi Online. Himpitan Ekonomi memang dianggap menjadi landasan utama atas Praktir Haram ini, namun jika ini menyasar di kalangan Kaum Terpelajar tentu akan menjadi sebuah Paradoks. Praktisi Cyberpsycology Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyebut terdapat faktor Ketergantungan atas Fenomena yang menimpa di kalangan Kaum terpelajar ini. “Dalam psikologi popularitas terdapat istilah bandwagon effect, yakni kecenderungan yang mengatakan bahwa ‘yang ramai dan banyak dilakukan oleh orang lain, berarti benar’. Bias seperti inilah yang memunculkan fenomena ini mudah menyebar. Apalgi jika sesuatu yang popular tersebut dibawa seorang influencer ternama, masih muda, kaya raya. Maka akan sangat mudah masyarakat percaya dan bahkan mengikutinya” Ungkapnya seperti dilansir dalam laman umm.ac.id (13/11/2023). Ketergantungan ini semakin menguat dengan melimpahnya berbagai macam situs judi online yang menyebar di Internet dan sulit terbendung oleh Pemerintah.
Kejadian Memilukan yang menyasar Kaum Berpendidikan ini juga diperkuat dengan Berbagai Penelitian. Resky Supratama dalam Jurnalnya yang berjudul Fenomena Judi Online Higgs Domino di Kalangan Mahasiswa Pada Masa Pandemi Covid – 19 di Kota Tanjungpinang bahkan menyebutkan beberapa mahasiswa mengaku memiliki keterkarikan pada Judi Online dikarenakan Faktor lingkungan dan Penyimpangan ini dilandasi dengan Kesadaran. “Berdasarkan observasi lapangan memang banyak ditemukan game judi online pada beberapa mahasiswa baik itu dirumahnya maupun di kedai-kedai kopi. Mahasiswa biasanya membeli chip di konterkonter terdekat sebagai modal dalam melakukan permainan. Kemudian setelah mendapat keuntungan dari permainan maka pemain kemudian menjual lagi chip itu ke teman ataupun ke konter yang menerima” tegasnya. Kejadian ini kemudian dijadikan Rutinitas yang seakan lumrah untuk dijalani.
Dalam Jurnal milik Naufal hanif yang berjudul Judi Online di Kalangan Masyarakat Terdidik dilihat dari Perspektif Religiusitas (Studi Kualitatif Pada Mahasiswa) juga menyebutkan adanya kenaikan tingkat intensitas pada para pemain judi online. “Perilaku judi online yang dilakukan mahasiswa sendiri memiliki intensitas yang bervariasi, beberapa di antaranya mengalami peningkatan dibanding saat pertama bermain judi online” tegasnya. Peristiwa memilukan ini tentu sangat menciderai Moralitas Kaum Berpendidikan yang seakan menikmati suka dan duka dalam lingkaran setan yang ia masuki sendiri. Pentingnya penekanan Perspektif Religius diatas Penalaran Manusia diperlukan untuk mengatasi hal ini. Karena lagi lagi, mayoritas dari mereka memasuki ranah ini secara sadar dan tau akan konsep Suka maupun duka yang ada dalam menghiasai Perjudian Online ini.
Melalui kacamata akademis, kita tentu menyadari bahwa tidak ada konsep dijebak bagi para kaum terdidik saat ia memasuki garis berulang ini. Terlebih mereka sadar akan konsekuensinya namun lagi lagi mereka memiliki kecenderungan untuk mengikuti lingkungan. Dari sinilah kita dapat memahami bahwa Faktor Religius serta Faktor Pemilahan Lingkungan juga turut andil dalam menjaga Integritas diri agar tidak masuk dan nyaman dalam lingkaran yang mereka anggap menarik. Jangan sampai kejadiann memilukan ini menjadi hal yang dianggap lumrah yang akan merugikan keberlangsungan bangsa di kemudian hari. Dan semoga kita dapat turun berperan aktif dalam mencegah terjadinya penyimpangan perilaku seperti ini.