Intrik serta Polemik Internasional selalu mendapat sorotan kuat dan tajam dari berbagai pihak yang ada di seluruh penjuru dunia. Traumatik mendalam Pasca terjadinya Perang dunia 1 dan 2 menjadi alasan kuat bagi dunia Internasional untuk menjaga dan mengubah pola pikir tentang buruknya Konflik yang tidak dapat ditangani akan dapat menyebar dan menjalar dan dapat berimplikasi pada Peperangan. Oleh Karenanya, United Nation atau Perserikatan Bangsa – bangsa (PBB) di gagas dan dibuat sebagai bentuk pencegahan serta Defending dari berbagai Upaya Pemicu konflik hingga peperangan. PBB sebagai wadah Dunia Internasional sebagai mana telah disebutkan sebelumnya, tentu memiliki Potensi yang esensial dalam mencegah Konflik Internasional dengan mengadakan Musyawarah dalam pengambilan keputusan hingga melakukan kontak atau Tindakan nyata dalam menangani permasalahan tersebut. Namun, seiring berjalannya waktu terdapat berbagai polemik serta hal kontroversi yang mewarnai Lembaga Dunia itu hingga saat ini, utamanya dalam penggunaan Hak Veto.
Dalam menjalani Perannya sebagai Wadah Internasional, PBB Memiliki Security Council atau Dewan Keamanan yang memiliki peran vital dalam menggambil Kebijakan serta Keputusan dari Langkah yang dimuat. Dewan Keamanan PBB melakukan Pengambilan Kebijakan ataupun Tindakan berasaskan Musyawarah yang dilakukan oleh Anggota Dewan Keamanan PBB yang setidaknya terdiri atas 15 Anggota, yakni 5 Anggota Tetap serta 10 Anggota Tidak tetap. Musyawarah atau Sidang inilah yang kerap menjadi Blunder bagi 5 Anggota tetap karena memiliki Veto Right atau Hak Veto.
Secara Eksplisit Hak Veto sendiri tidak tercantum dalam Piagam PBB, namun jika mengacu pada Piaga PBB Pasal 27 tentu terdapat keistimewaan yang mengacu pada 5 Anggota tetap Dewan Keamanan PBB dalam Mengeluarkan Suaranya. Dilansir dalam laman un.org disebutkan bahwa Keputusan yang diambil ialah berdasarkan suara setuju yang sekurang kurangnya harus di setujui oleh Sembilan anggota termasuk suara setuju dari para anggota tetap. Penolakan yang dilakukan oleh dari salah satu Negara Anggota Tetap dapat berimplikasi atas gagalnya keputusan untuk diambil.
Ummi Yusnita dalam Jurnalnya Relevansi Hak Veto Dewan Keammanan Dengan Tujuan Pembentukan Perserikatan Bangsa – Bangsa menyebutkan bahwa Veto dapat menjadi alat kekuasaan yang digunakan oleh negara – negara anggota tetap untuk melindungi kepentingan nasionalnya, hingga bahkan menunjukkan dominasi politik atas isu – isu tertentu. Anggota tetap ini sendiri beranggotakan Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Rusia, dan Tiongkok. Yusnita juga menilai Hak Veto sudah tidak memiliki Relevansi dengan tujuan Pembentukan PBB yakni Menjaga Perdamaian Dunia. Bukti nyata dari hal ini dapat dilihat dari Berbagai Intrik yang lambat ditangani atau bahkan terkesan tidak mendapat tindak lanjut akibat Gagalnya Resolusi yang dikeluarkan Oleh Dewan Keamanan PBB karena terdapat salah satu Negara dalam Anggota tetap yang Memberikan Penolakan dalam Sidang.
Dominasi Kekuasaan dalam Lingkaran Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB ini tentu memberikan dampak yang sangat signifikan atas Konflik yang terjadi disuruh dunia, salah satu contohnya ialah Kontroversi Invasi Iraq, Perang Teluk, Perang Rusia dan Ukraina, serta Konflik berkelanjutan Antara Israel dengan Palestina. Keputusan yang disidangkan dalam Lingkup Dewan Keamanan sering kali menjadi Blunder akibat kelima anggota ini menggunakan Veto untuk mempengaruhi hasil dari Persidangan. Al hasil, Resolusi yang dicapai dalam Sidang bukan mengacu pada Keamanan Dunia namun pada Kepentingan Undercover dari Negara yang sedang berkonflik.
Fakta nyata ini dapat kita saksikan terkait Penindakan atas Pelanggaram HAM serta Pendudukan Israel kepada Palestina yang tak pernah mendapat Perhatian tegas dari PBB akibat Veto yang selalu melindungi kepentingan salah satu pihak. Dilansir dalam laman Kompas.com Amerika Serikat Kembali melakukan rangkaian Hak Veto untuk menolak bergabungnya Palestina dalam Keanggotaan Penuh PBB. Padahal, Bergabungnya Palestina kedalam Organisasi Internasional ini menjadi salah satu Harapan agar konflik yang tengah terjadi dapat segera mereda, berhenti, serta pengakuan secara penuh kedaulatan dari Negara Palestina. Meski tentunya Veto yang diberikan ini mendapatkan Kecaman dari Berbagai Negara Anggota, namun lagi – lagi ini sesuai dengan ketentuan Yuridis dari Piagam PBB.
Polemik atas Teater Internasional ini menandai bahwa adanya monopoli Yuridis yang dilakukan oleh kelima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan tentunya malah memperburuk eskalasi Peperangan yang kian menguat dan seakan sengaja untuk dirawat. Monopoli Yuridis ini juga memperburuk Citra PBB sebagai Wadah Internasional yang memiliki Hakikat untuk Melindungi Dunia terkesan hanya dalil semata untuk melakukan Intervensi secara langsung sesuai dengan Kepentingan Politik Negara Adidaya. Wadah Internasional yang seharusnya memberikan nilai kesamarataan dari tiap negara dalam memutuskan sebuah resolusi nyatanya masih memegang konsep sekat dan masih mempercayai adanya Super Country diatas negara – negara yang lain.