Perempuan dalam Stereotipe Pendidikan Masa Kini

Peringatan Hari Kartini yang kerap di selenggarakan tiap tahunnya, menandai adanya gejolak sosial yang terjadi di masa lampau dan memiliki pengaruh kuat untuk zaman berikutnya. Sosok yang identik dengan Ide serta gagasannya dalam Memperjuangkan Hak dari Perempuan ini, juga kerap dikaitkan dengan Tokoh Emansipasi Wanita Nusantara masa lampau. Namun, berbicara mengenai Tokoh perempuan Nusantara yang memiliki darah perjuangan, tentunya sangat tidak layak jika kita hanya membahas tentang satu tokoh saja.

Gambar dari Kompas

Nusantara terbukti memiliki berbagai macam Tokoh Perempuan yang perjuangannya sangat menginspirasi dan bahkan berimplikasi pada Generasi Berikutnya. Kita mengenal Laksamana Malahayati, Sosok tokoh Perempuan Aceh yang Pemberani yang memimpin Ribuan Pasukan guna melakukan Perlawanan terhadap Belanda dan Namanya tercatat sebagai Laksamana Perempuan Pertama yang ada di Dunia. Lalu Martha Christina Tiahahu, seorang Gadis Pejuang Maluku tengah yang angkat senjata dalam perlawanannya melawan tentara Kolonial. Dewi Sartika sebagai Tokoh yang mendorong serta Perintis Perjuangan Pendidikan pada Kaum Wanita, dan masih banyak lagi.

Rentetan Sejarah Panjang tentang Kisah heroik dan inspiratif dari Tokoh Perempuan Nusantara ini yang membuktikan bahwa Perempuan di Tanah Indonesia mampu mengikuti perkembangan zaman dan memiliiki kualitas. Rangkaian Kisah ini juga tentu menepis Stereotipe Miring tentang Perempuan dari Abad Pertengahan yang kemudian masih mengekang Stigma Perempuan. Jika kita telisik terkait yang kartini perjuangkan, ia secara jelas dan tegas ingin melakukan penyintasan pikiran yang menganggap perempuan tidak harus mendapatkan Pendidikan yang memadai. Bimo Abimayu dalam Jurnalnya Kisah Perjalanan R.A Kartini Terhadap Pendidikan Untuk Kaum Wanita di Pulau Jawa menyebutkan bahwa Kartini memiliki tekad untuk melawan Tradisi Kuno yang saat itu memiliki Stereotipe Miring terhadap Wanita, Ia juga berusaha memikirkan jalan keluar agar Wanita tidak diperlakukan sewenang – wenang. Apa yang dilakukan Kartini ini tentu dilandasi tentang tekad juga keinginan untuk Memperjuangkan Ide dan Gagasannya kepada khalayak umum dan berharap apa yang ia perjuangkan bukan hanya dirasakan untuk Dirinya sendiri namun Berimplikasi pada khalayak luas.

Gambar dari IStock
Gambar dari Find
Gambar dari Dream

Pencapaian serta Kemajuan yang terjadi pada hari ini tentu sangat memiliki korelasi dengan masa lalu. Hal ini dapat dirasakan baik secara passif ataupun massif khususnnya di Bidang Pendidikan. Stereotipe tentang Perempuan yang “Tidak Harus” ataupun “Tidak Perlu” mendapatkan Pendidikan tinggi kian lama tergerus oleh Ide serta Gagasan yang sulit terbendung. Pergeseran Stereotipe tentang Perempuan inilah yang justru harus di manfaatkan dengan baik oleh para Perempuan untuk melakukan Pencapaian yang besar serta mampu menunjukan kualitasnya di berbagai bidang dan tidak hanya bertumpu pada satu atau dua bidang tertentu saja. Hal ini didasari bahwa Ide serta Pemikiran Kritis bukan terikat pada satu gender namun atas Kemauan dari Individu itu sendiri. Perempuan juga memiliki Kesempatan yang sama untuk Berkembang dan sukses dalam suatu pencapaian yang ia mampu lakukan.

Pendidikan sebagai sebuah Kebutuhan Primer bagi tiap Individu nyatanya secara merata perlu di nikmati oleh seluruh kalangan. Pengentasan Stereotipe tentang wanita ini juga dapat dilihat dengan banyaknya Entrepreneur, Tenaga Pendidik, Politisi, Budayawan, ataupun Berbagai Posisi Karir lain yang sudah ditempati oleh Wanita – Wanita Hebat Indonesia yang mampu menunjukan kualitasnya dan berfokus pada Tantangan Global yang tentunya dihadapi secara Bersama.

Gambar dari Koran Nusantara
Gambar dari Hrm Asia
Gambar dari Kontan

Disisi lain, Perempuan juga harus mampu Melakukan Positioning atas dirinya dan menyangkut batas kewajarann yang tentunnya tidak akan berimplikasi negative pada dirinnya sendiri. Emansipasi yang diperjuangkan sebelumnya tentu menyangkut Keleluasaan Perempuan dalam hal Duniawi namun tetap mengikuti harkat dan esensinya sebagai Wanita terlebih dalam balutan unsur teologis. Emansipasi yang dilakukan juga tentu harus memperhatikan tentang esensi lain yang harus dimiliki. Apalagi jika ia kemudian memutuskan untuk Membuat sebuah keluarga, tentu Emansipasi yang dilakukan harus sejalan dengan esensi yang ada dan bukan berpikiran bahwa Esensi akan Membatasi sikap Emansipasi. Dua hal ini yang kadang kala menjadi Blunder Pejuang Emansipasi Wanita Era Kini dengan bias dalam Penerapan diksi Kesetaraan. Terlebih, ungkapan yang kadang kala memiliki Tafsir Generalistik ini kerap kali ditabrakan oleh unsur teologi Islam yang jelas jelas menjelaskan Perempuan memiliki derajat istimewa dan bukan sekedar Setara dengan laki – laki.

 

Written by 

STAI Binamadani merupakan Perwujudan dari cita cita pendiri untuk memperjuangkan kesejahteraan kehidupan umat melalui perguruan tinggi yang dengan sengaja mentransfer ilmu ilmu agama, sosial, humaniora, dan eksakta.