Era modernisasi yang kian melesat sejatinya membuat sesuatu hal menjadi lebih efisien dibanndingkan sebelumnya. Pertumbuhan Teknologi yang semakin maju dan berkembang tentunya mempengaruhi segala aspek kehidupan, utamanya dari hal dasar yakni Lingkungan Sosial yang merujuk pada Komunikasi antar sesama. Kita secara nyata melihat berbagai transformasi zaman dalam mendukung pekembangan Media Publikasi, Dari Era Julias Cesar yakni Acta Diurna (100-44 SM), berlanjut dengan penggunaan media kertas Sebagai Alat Publikasi secara manual, Reformasi Industri dengan dihadirkannya mesin cetak, Penggunaan gelombang frekuensi radio, Digitalisasi Visual dalam Stasiun Televisi hingga masuk dalam tatanan Media Sosial dengan memanfaatkan Jaringan yang teramat luas yang mampu menghubungkan seluruh dunia dalam satu kesatuan Internet.
Kaplan, AM, & Haenlein dalam bukunya Users of the world, unite ! The Challenges and Opportunities of Social Media mendefinisikan Media Sosial sebagai Sekumpulan aplikasi berbasis internet, serta berasaskan pada ideologi dan Teknologi Web. 20 sehingga hal ini memungkinkan penciptaan serta pertukaran iden atau kontek oleh penggunanya. Media Sosial sendiri memungkinkan kita agar dapat berinteraksi secara realltime dengan individu yang kita tuju. Meski mulanya media Sosial memiliki fungsi yang serupa dengan komunikasi dua arah antar pengguna, namun Esensi dasar Media Sosial tidak lebih dari Media Publikasi Jurnalistik bahkan berada diatasnya karena Setiap orang mampu melakukan Publikasi sendiri terkait Informasi yang ingin diberitakan kepada khalayak, tanpa Batasan sekat ruang dan waktu. Hal ini yang kemudian menjadi Boomerang bagi Pengguna Media Sosial.
Permasalahan yang timbul pada pengguna media sosial tidak lain mengacu pada Peleburan antara Private Room dan Public Room pada para penggunanya dan kerap kali malah memberikan banyak sekali Blunder atas Pemanfaatannya. Interaksi yang tidak hanya dua arah tapi dua arah tentunya akan menimbulkan Gesekan jika pengguna tidak dapat mengendalikan diri atau bijak dalam penggunaan media sosial. Banyak sekali bermunculan umpatan – umpatan negatif yang menyerang baik secara General atau bahkan Mengarah pada Personality seseorang dan jelas ini akan menimbulkan pergeseran Ethnic Culture serta Etika Bekomunikasi yang selalu di junjung pada masyarakat Benua Timur khususnya Indonesia.
Dari sisi Social Advocation, Media Sosial memiliki tentu memiliki peranan penting dalam meyuarakan pendapat, namun lagi lagi Penggunaan yang tidak bijak baik dari Pengelolaan Diksi kata ataupun Kandungan Publikasi justru akan menjadi delik pidana bagi Pengguna yang gagal dalam memanfaatkan Media Sosial. Di Indonesia sendiri kita memiliki Undang – Undang ITE yang mana mengatur pula tentang kebijakan dalam bersosial media dimana didalamnya terdapat larangan untuk melakukan Tindakan Ujaran Kebencian atau hal yang mampu membuat Publik menjadi gaduh. Meski Sebagian besar menilai bahwa UU ITE memiliki banyak sekali Pasal Karet yang dilematis namun hal ini tetap diperlukan dalamm mengatur Gap yang ada dalam Media Sosial. Praktisi Hukum dari Universitas Diponegoro, Pujiyono menilai UU ITE hadir untuk memberikan kebijakan dalam bermedia sosial. “Pembuat Draft UU ingin bahwa tidak sekedar menyebarkan informasi tapi ada beberapa ketentuan.” Ujarnya seperti dilansir dalam laman Aptika.kominfo (17/8/2022).
Fahmi Anwar dalam Jurnalnya Perubahan dan Permasalahan Media Sosial menyebutkan bahwa Penggunaan media sosial telah menyebabkan segudang masalah, antara lain pergeseran budaya dari budaya tradisional menuju budaya digital. Ia juga menyebutkan Media Sosial sebagai Pedang Pisau bermata dua. Perubahan dalam Sosio – budaya ini secara jelas mengacu pada Interaksi Sosial dimana Individu dapat cenderung bergabung dengan kelompok secara virtual, menerima serta membalas informasi, melakukan publikasi serta berinteraksi denan orang lain tanpa memperdulikan Batasan sosial ataupun lokasi. Fahmi juga menyebut bahwa Media Sosial dapat merubah Human Nature yang lebih sering menunjukan narisme hingga egosentris yang dahulu ditutupi namun sekarang diperjelas dan di pertontonkan. Hal ini juga tentu mengacu pada Attitudes atau sikap yang turut berubah seiring dengan mudahnya penggunaan media sosial serta kurangnya kontrol diri. Problematika ini kemudian berujung dengan jurang Penyebarang Akses Informasi Palsu / Hoax yang kadang pula menjerumus pada Tindakan Ujaran Kebencian hingga Sara.
Sejatinya perlu ada Penekanan dari segala pihak mengenai Cara bijak dalam memanfaatkan sosial media yang perlu di gaungkan secara massif. Hal ini di butuhkan karena Pergerakan Media Sosial tidak dapat di bending sekalipun mendapatkan tekanan formil dari sisi aturan pemerintah. Perlu adanya Penekanan dengan menggunakan Pendekatan Interpersonal agar dapat menanamkan serta memperkuat Mindset bijak dalam menggunakan Media Sosial. Faktor – faktor negatif semacam ini perlu di benamkan dengan Faktor Positif yang mana Media Sosial justru memiliki kesempatan Akses Positif yang lebih banyak dan menarik. Washilatun Novia dalam Jurnalnya Penggunaan Media Sosial dala Membangun Moderasi Beragama di Masa Pandemi Covid – 19 di Kota Tangerang mengungkap Maraknya penggunaan media sosial dan dijadikan sebagai alat utama untuk beraktivitas, membuat media sosial dapat dijadikan sebagai alat edukasi moderasi beragama. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui Kajian dan Ceramah, konten Edukasi Mileniall, dan komik Edukasi. Ia juga menilai Peran Media sosial dalam moderasi beragama sudah banyak terlihat dari banyaknya kegiatan kajian dan ceraah yang dilaksanakan secara dari di berbagai kota di Indonesia, dan topik mengenai moderasi agar dapat disebarluaskan dengan berbagai platform.
Masih dari sisi yang sama, Eko Sumadi dalam Jurnalnya Dakwah dan Media Sosial : Menebar Kebaikan tanpa Diskriminasi juga menuturkan bahwa Media Sosial dinilai efektif sebagai sarana berdakwah. Hal ini juga perlu diikuti dengan memperhatikan etidak dan norma – norma dalam ber-medsos sehingga benar benar mendatangkan kemanfaatan. Penekanan etika sangat diperlukan dalam penggunaan media sosial ini agar nantinya tidak mencederai norma – norma serta etika ketimuran yang melekat sebagai identitas bangsa dikemudian hari.
Bijak dalam bermedia sosial adalah suatu keharusan, hal ini didasari dengan kita sebagai Individu perlu untuk menjaga keharmonisan dalam Bernegara dan tidak hanya mementingkan Kepuasan ataupun Egosentris pandangan secara pribadi. Harus ada Keleluasaan dalam bercakap – cakap namun tetap mengingat identitas bangsa serta sebagai insan perlu mengetahui tentang lisan yang mencerminkan keutuhan diri pribadi dan Sejatinya Keharmonisan membawa kemajemukan dan kenyamanan dalam hidup bermasyarakat.