Seberapa Hormatmu Pada Gurumu (Karya Mahasiswa Pascasarjana PAI)

Sebagaimana dikutip dari pesan dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, beliau menyebutkan perkataan Imam Syafii. Begini katanya, “Dahulu ketika aku belajar dan membaca di hadapan Imam Malik, demi hormatku kepada guru, lembar demi lembar aku letakkan dengan sangat pelan dan perlahan semata-mata agar ia tidak mendengar dan terganggu dengan gesekkan antara lembaran-lembaran tersebut.”

Perkataan beliau ini menunjukkan betapa pentingnya bagi seorang murid untuk memuliakan, menghormati gurunya. Sampai hal-hal terkecil atau remeh seperti suara lembaran-lembaran kertas. Secara umum, itu adalah hal biasa namun bagi beliau demi menghormati dan menjaga agar seorang guru tidak terganggu oleh muridnya, beliau sangat berhati-hati.

Begitu pula pada sebuah media tulis yang saya baca, Ahmad Agus Setiawan menyebutkan dalam sebuah cerita bahwa Imam Syafi’i mencium tangan lelaki tua dan memeluknya. Tindakan ini mengundang tanya para sahabat dan murid-murid beliau.

“Mengapa engkau memperlakukan lelaki tua itu dengan sangat hormat? Bukankah masih banyak ulama yang lebih pantas mendapat perlakuan demikian daripada lelaki tua itu?” kemudian Imam Syafii menjelaskan bahwa lelaki tua itulah yang telah mengajarkannya bagaimana mengetahui seekor anjing yang sudah dewasa atau belum.

***

Begitu luar biasanya Imam Syafi’i memperlakukan dan memuliakan gurunya. Meski pembelajaran yang ia dapatkan terkesan remeh, tidak membuat mufti besar itu melupakan apalagi meremehkan jasa dari orang tersebut. Ia tetap memperlakukannya dengan mulia, sama seperti ia memperlakukan guru-gurunya yang lain.

 Tidak kalah penting Khalifah Ali bin Abu Thalib yang mengatakan dalam hal memuliakan guru. Beliau pernah berkata, “Aku adalah hamba dari siapapun yang mengajariku walaupun hanya satu haruf. Aku pasrah padanya. Entah aku mau dijual, dimerdekakan atau tetap sebagai seorang hamba.”

Sikap Imam Syafi’i dan perkataan Ali bin Abu Thalib ini mengajarkan kepada kita bahwa pentingnya memuliakan seorang yang telah mengajarkan pengetahuan kepada kita. Meskipun mengajarkan hal-hal yang sangat remeh atau hanya mengajarkan satu huruf.

Begitulah sejatinya memuliakan seorang guru. Memuliakan seorang guru adalah kewajiban seorang murid yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Bukan hanya seorang murid yang hanya memuliakan atau menghormati gurunya di sekolah, melainkan memuliakan guru tetap berlaku dimana saja. Di rumah, di jalan, atau tempat lainnya. Juga kapan saja baik guru tersebut masih berprofesi menjadi guru ataupun telah beralih profesi yang lainnya, meskipun masih aktif menjadi guru ataupun sudah tidak aktif maupun telah pindah tugas ke tempat lain atau daerah lain.

Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, sikap dan perilaku murid masa kini jauh berbeda dengan perilaku murid di zaman para ulama dan para sahabat. Dahulu, murid begitu menghormati dan memuliakan guru. Bahkan banyak terdapat berita baik di media cetak maupun online seperti koran, tv, youtube, mengenai kasus penganiayaan terhadap guru yang terjadi di sejumlah daerah. Hal ini mengundang keprihatinan dan mencoreng dunia pendidikan Indonesia.

Sebagaimana perkataan Ali bin Abu Thalib bahwa orang yang sudah mengajarkan kita meskipun satu huruf sudah termasuk guru kita. Terlebih lagi hubungan antara siswa dan guru di sekolah yang hubungannya sangat erat setiap harinya. Maka sudah otomatis bagi siswa harus menghormati guru demi keberkahan ilmu itu sendiri. Bukanlah guru yang ingin mendapat penghormatan dari muridnya.

Namun kenyataannya di beberapa sekolah swasta yg terfasilitasi dengan kelas AC dan latar belakang wali murid yang tingkat perekonomiannya tinggi keadaannya berbeda. Secara otomatis mereka menuntut guru untuk memberikan pelayanan terbaik terhadap orangtua dan murid. Bahkan tidak jarang banyaknya tuntutan pada guru untuk bisa melayani siswa dengan sebaik mungkin baik di jam sekolah maupun di luar sekolah. Dengan banyaknya whatsapp atau chat dari para orangtua yang menanyakan tentang pelajaran sekolah maupun perkembangan anaknya di sekolah.

Pentingnya pendidikan bagi setiap warga negara sebagaimana dalam undang –undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 12. Pasal tersebut mengatakan bahwa, “Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia”. Sementara pasal 60 mengatakan, “Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya”.

Berdasarkan undang-undang tersebut, setiap warga negara berhak mendapat pendidikan namun tetap tidak menghilangkan esensi dari pendidikan itu sendiri. Yaitu agar menjadi manusia bertaqwa dan berakhlak mulia. Maka sudah seharusnya etika murid terhadap guru perlu kita sosialisasikan kembali guna tercapainya tujuan pendidikan yang hakiki cerdas, berbakat dan bertaqwa.

Dengan demikian, negara ini semakin berkembang dan maju bukan hanya banyaknya generasi-generasi yang pintar. Karena pintar belum menjamin perilakunya juga benar, sebagaimana masih banyak orang pintar yang berani memanipulasi data dan mengkorupsi uang negara.

Mari bersama-sama kita tumbuhkan pada anak-anak kita nilai-nilai keluhuran, perilaku yang baik. Mulai dari sopan santun terhadap para guru yang telah memberikan ilmu guna menghormati kemuliaan ilmu itu sendiri. Sehingga berimplikasi terhadap kemanfaatan dan keberkahan ilmu guna keberkahan hidup di dunia maupun akhirat.

Tulisan by : Nur Andhira Mahasiswa Pascasarjana PAI ( Ibu dari 2 anak balita , Terinspirasi Menulis berkat Pesan Singkat seorang Guru )

Written by 

STAI Binamadani merupakan Perwujudan dari cita cita pendiri untuk memperjuangkan kesejahteraan kehidupan umat melalui perguruan tinggi yang dengan sengaja mentransfer ilmu ilmu agama, sosial, humaniora, dan eksakta.