Pangan selalu menjadi perhatian serta tak luput dari berbagai persoalan dalam Opini Masyarakat Dunia yang membutuhkannya demi keberlangsungan hidup, tak terkecuali di Indonesia. Pangan juga menjadi Isu yang hangat diperbincangkan belakangan ini karena menjadi Persoalan penting yang seakan Tertutup atau luput dari mata publik. Isu yang kemudian menjadi persoalan Politis yang kerap menjadi Bola Panas dari berbagai arah dalam Pelaksanaan atau pengelolaannya.
Berbicara pangan tentu kita perlu mengaitkannya dengan faktor – faktor lain yang menjadi Keyword dari pangan itu sendiri. Hal ini memiliki korelasi dengan Naiknya jumlah penduduk di dalam negeri pada tiap tahunnya, dan kemudian mendorong Pemerintah untuk melakukan berbagai upaya guna mencukupi kebutuhan Sumber daya pangan agar tetap bisa terjaga dalam kondisi yang normatif. Pemerintah dalam perjalannya kemudian mengambil suatu kebijakan sebagai langkah antisipasi terkait krisis pangan dengan melakukan Program Food Estate. Kebijakan ini kemudian tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan dan Kehutanan Nomor P.24/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2020 Tentang Penyediaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Food Estate.
Dilansir dalam Laman CNBC Indonesia, Food Estate sendiri secara garis besar merupakan konsep yang digunakan dalam mengembangkan Pangan secara terintegrasi dalam lingkup Pertanian, Perkebunan, Peternakan pada suatu Kawasan tertentu. Program ini menyasar pada lahan lahan yang memiliki status sebagai Hutan, baik itu Hutan Lindung, ataupun Hutan Produksi dimana hal ini sebagiannya berada di Kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) serta juga diatas Lahan Gambut. Program ini juga merupakan Bagian dari Program Strategis Nasional (PSN) 2020 – 2024 dengan upaya untuk mengamankan ketersediaan, akses, dan konsumsi pangan berkualitas untuk masyarakat dan maksimalisasi produksi dalam negeri.
Pengamat Pertanian dari Universitas Brawijaya Sujarwo, menilai Fungsi dan Tujuan dari Food Estate ini merupakan hal yang positif, ia juga menambahkan bahwa hal ini mampu mendukung ketahanan pangan nasional. “Dengan asumsi biaya transaksi dapat ditekan dan ada efisiensi operasi, maka Food Esttate akan menjadi instrument kebijakan Pemerintah dalam rangka penguatan ketahanan pangan berkelanjutan dan membawa efek berantai pada modernisasi pertanian nasional.” Ungkapnya seperti dilansir dalam antara news (18/01/2023). Pengelolaan dari Pangan ini tentu akan menjadi sebuah cadangan besar bagi Komoditas Masyarakat Indonesia jika dalam keberlangsungannya sesuai dengan Road Map yang ada.
Dalam Perjalanannya, Proyek Food Estate kemudian menuai beberapa Pro dan Kontra akibat beberapa Kebijakan yang dianggap melampaui kapasitas hingga dianggap mangkrak. Proyek yang menjamah sekitar 3 Juta Hektar Hutan ini setidaknya terbagi di berbagai daerah, dan terbentang dari Kalimantan Hingga Papua. Polemik kemudian mencuat kepermukaan akibat Pemerintah dinilai gagal dalam Melakukan Pengelolaan Food Estate di wilayah Kalimantan Tengah dan mendapat Berbagai Kritikan baik dari Praktisi ataupun Organisasi – organisasi yang bergerak di bidang Lingkungan Hidup. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mencatat bahwa Proyek Food Estate khususnya di wilayah Kalimanten Tengah ini merupakan Proyek yang terbengkalai dan menambah sejumlah daftar Panjang kegagalan proyek lumbung pangan pemerintah. “Semua cerita Food Estate itu cerita kegagalan. Sekarang cerita kegagalan itu diulangg lagi (di kalteng). Seperti tidak belajar dari pengalaman – pengalaman sebelumnya.” Ungkap Uli Arta selaku Pengkampanye Hutan Walhi dilansir dalam laman CNN Indonesia (16/08/2023).
Polemik ini kemudian menjadi semakin panas ketika Kementrian Pertahanan juga turut dilibatkan dalam Proyek ini. Pengamat Pertanian Khudori melihat bergabungnya dua Kementrian ini dalam satu proyek Food Estate tentu sudah sangat memicu Problematika di muka publik. “Dua kementrian yang akhirnya di tunjuk Presiden Jokowi untuk mengurusi yakni Kementrian Pertanian dan Kementrian Pertahanan. (Kemenhan) Nah penunjukan Kementrin Pertahanan ini juga memicu kontroversi, jadi sejak awal saja sudah ada pro kontranya.” Ungkapnya seperti dilansir dalam liputan 6 (23/09/2023). Polemik ini semakin menjadi ketika Program Food Estate yang di komandoi oleh Kemenhan ternyata tidak disetujui anggarannya sementara lahan hutan yang telah di siapkan di wilayah Kalimantan Tengah sudah dibuka. Ini tentu mengisyaratkan bahwa adanya Pembabatan Hutan yang dilakukan secara “Serampangan” oleh Pemerintah melalui Kementrian Pertahanan selaku Leading Sector utnuk wilayah Kalimantan Tengah. Hal ini tentu mengindikasikan bahwa Pemerintah telah melakukan Melaksanakan Kebijakan tanpa adanya kajian yang kongkrit. “Padahal lahan sudah dibuka, tapi malah di biarkan terbengkalai, sehingga justru menganggu keharmonisan ekosistem yang sudah ada sebelumnya” tambah Khudori.
Pemandangan Memilukan ini tentu menjadi Tragedi tersendiri bagi keberlangsungan Wilayah lingkungan hidup yang utamanya ada di wilayah “Paru Paru Dunia”. Adanya Proyek yang dianggap “Mangkrak” ditengah wilayah ratusan ribu hektar hutan yang sudah dibuka ini dapat mengindikasikan bahwa adanya kebijakan yang diambil tanpa persiapan yang matang dan tentu ini menimbulkan kerugian besar bagi negara terutama bagi masyarakat sekitar wilayah PSN. Terlebih Persoalan Food Estate yang oleh Sebagian Pihak hanya merupakan Proyek Perusakan Lahan Hutan yang diambil oleh Pemerintah akibat salah satu dari PSN.
Dari sudut pandang akademis, kita tentu perlu melihat polemik berdasarkan dua sisi. Yang mana Food Estate merupakan Program yang memiliki Dampak baik bagi keberlangsungan Ketahanan Pangan Nasional jika keberlangsungan Pelaksanaannya didasari dengan Plannig serta Kajian yang kongkrit, dan tak luput dari Pengawasan secara terbuka oleh publik. Proyek dari Food Estate juga perlu dipastikan menjadi Jawaban akan Gagasan untuk Keberlangsungan masa depan dan bukan menjadi Pembabatan Serampangan. Planning serta Kajian yang kongkrit ini diperlukan guna mendasari Penerapan dari Program Ketahanan Pangan agar tidak sarat dari Konflik Kepentingan ataupun Tindakan – Tindakan yang mengarah pada Praktik Korupsi.