Kondisi pandemi yang masih belum teratasi, menjadikan berbagai lembaga pendidikan sulit untuk melakukan pembelajaran sebagaimana mestinya. Hampir seluruh lembaga tersebut memberikan instruksi kepada peserta didik untuk belajar di rumah. Karena sangat riskan bagi anak didik untuk tetap belajar dalam kondisi pandemi saat ini. Bicara belajar di rumah berarti bicara tentang pendidikan keluarga. Pendidikan keluarga merupakan pendidkan yang sangat penting. Keberadaannya setara dengan pendidikan sekolah. Bahkan dapat dikatakan pendidikan keluarga adalah tonggak utama pendidikan. Karena, dalam keluargalah seseorang pertama kali belajar.
Seiring berjalannya waktu pendidikan dalam keluarga nampak kurang diperhatikan. Boleh jadi hal ini disebabkan banyak dari masyarakat yang menganggap pendidikan sekolah lebih penting daripada pendidikan keluarga. Anggapan ini tidak jarang menjadikan para orang tua rela menyekolahkan anak-anaknya di sekolah-sekolah ternama dan memiliki bayaran mahal. Meskipun, tidak ada jaminan anak yang disekolahkan itu menjadi berprestasi. Sulit rasanya jika orang tua menginginkan anak memiliki prestasi di sekolah, tanpa diiringi dengan pendidikan keluarga. Dalam ungkapan lain, berprestasi atau tidaknya seorang anak di sekolah sangat tergantung dari pendidikan keluarga.
Selain dapat menjadikan anak berprestasi, pendidikan keluarga memiliki pengaruh besar bagi terbentuknya pribadi anak. Jika pendidikan yang diberikan di dalam keluarga baik, maka sangat mungkin anak itu akan memiliki pribadi baik, begitu pun sebaliknya.
PERAN ORANG TUA
Orang tua memiliki peran sentral dalam pendidikan keluarga. Berjalan atau tidaknya pendidikan keluarga tergantung dari peran yang dimainkan oleh orang tua. Dengan kata lain, sukses atau tidaknya pendidikan keluarga sepenuhnya ada di tangan orang tua. Siapa pun dari mereka yang mengabaikan perannya dalam pendidikan keluarga, mesti siap jika kelak memiliki generasi penerus (anak-anak) yang berperilaku tidak baik.
Kesadaran dalam mendidik anak pada lingkungan keluarga patut dimiliki oleh seluruh orang tua. Jangan sampai kesibukan yang dimiliki orang tua menjadikan mereka lalai dalam membangun pendidikan keluarga. Kesibukan bukan alasan untuk membangun pendidikan keluarga.
Dalam pendidikan keluarga, ibu dan ayah merupakan pendidik utama bagi anak-anaknya. Andai ibu diibaratkan sebagai guru dalam keluarga, maka ayah adalah kepala sekolahnya. Artinya, dalam membangun pendidikan keluarga kerjasama antarkeduanya mutlak diperlukan. Ketimpangan dalam pendidikan keluarga sangat mungkin terjadi, jika hanya ibu yang berperan dalam pendidikan itu. Dan bukan tidak mungkin output-nya dapat mengecewakan.Yang terjadi justru demikian. Sebab, tidak jarang ditemukan pola pendidikan keluarga yang lebih terpusat pada ibu. Padahal, antarkeduanya memiliki tanggung jawab dalam membangun pendidikan keluarga. Sehebat apa pun seorang ibu memberikan pendidikan dalam keluarga, tanpa ada campur tangan seorang ayah, bangunan pendidikan itu akan sulit menjadi kokoh.Menurut John Gotmaan dan Joan De Claire, ayah memiliki kontribusi penting dalam membentuk pendidikan emosional anak. Tanpa peran ayah, kecerdasan emosional anak akan sulit untuk ditumbuhkan. Kecerdasan ini berkontribusi dalam mengontrol emosi dan membangun rasa empati pada diri anak. Seorang anak yang memiliki kedua hal tersebut akan mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Maka, tidak salah jika dikatakan kokohnya bangunan pendidikan keluarga sangat tergantung dari kerjasama yang dimainkan oleh ibu dan ayah.
Kunci Pendidikan Keluarga
Setidaknya ada tiga kunci dalam membangun pendidikan keluarga. Pertama, kepedulian. Pendidikan keluarga tidak mungkin dapat terbangun jika kepedulian terabaikan. Anak akan merasa tidak diperhatikan, jika ibu dan ayahnya tidak peduli terhadap dirinya. Peduli kepada anak tidak sekedar peduli pada pertumbuhannya, tetapi dapat pula dilakukan dengan memberikan pendidikan tentang segala hal yang mengandung kebaikan, seperti mendidik untuk saling menghargai, berbagi dan berbagai sikap positif lainnya.
Selain itu, pendidikan tentang kebaikan dapat pula dilakukan dengan menceritakan kehidupan orang-orang sukses karena sikap terpujinya. Sehingga, anak di dalam keluarga termotivasi untuk menjadi orang sukses dan memiliki sikap terpuji.
Kedua, keteladanan. Kata teladan bukan merupakan kata yang asing dalam dunia pendidikan. Kata ini seakan-akan menjadi kata yang ikonik, tidak hanya dalam pendidikan sekolah, tetapi juga dalam pendidikan keluarga. Praktik keteladanan dalam pendidikan keluarga mesti diaktualisasikan dalam bentuk sikap, tidak sekedar dalam bentuk kata-kata. Kata tanpa sikap tidak memiliki pengaruh besar bagi pendidikan anak dalam keluarga.
Nampaknya para orang tua perlu mempertimbangkan perkataan dari James Baldwin, bahwa anak-anak tidak pandai dalam mendengarkan perkataan orang tua mereka, tetapi tidak pernah gagal dalam menirukannya.
Ketiga, kesabaran. Dalam membangun pendidikan keluarga kesabaran mutlak diperlukan. Tanpanya pendidikan keluarga akan karut marut. Mendidik anak dengan sabar berarti mendidik dengan mengucapkan kata-kata bernada positif, tidak bernada marah apalagi dengan melontarkan berbagai kata kasar.
Kata-kata positif yang disampaikan kepada anak dapat menjadikan anak termotivasi dan semangat untuk belajar dari kedua orang tuanya. Sedangkan perkataan kasar yang disampaikan kepada anak hanya akan membuat tertekan. Bukan tidak mungkin lambat laun akan menjadikan anak malas untuk belajar dan berkomunikasi kepada kedua orang tuanya.
Di tengah kondisi pandemi yang belum juga usai, nampaknya pendidikan keluarga dapat dijadikan alternatif dari pendidikan sekolah. Jangan sampai hak anak untuk mendapatkan pendidikan terbatasi karena situasi pandemi.
Dengan memperkuat pendidikan keluarga berarti para orang tua telah merealisasikan hak pendidikan bagi anak-anaknya. Semoga para orang tua di tanah air dapat melakukannya.
Writed by : Achmad Saeful,M.A
Dosen Filsafat Ilmu STAI Binamadani
Tulisan ini telah dimuat dalam media online harian aceh indonesia pada tanggal 17 juni 2020 (https://www.harianaceh.co.id/2020/06/17/memperkuat-pendidikan-keluarga/)