Dalam Masa yang cukup lama, Publik dunia di pertontonkan dengan Aksi Militerisasi yang seakan tak kunjung usai di dataran Timur Tengah. Konflik yang seakan menjadi Theater Paten menunjukan ketidakstabilan wilayah Timur Tengah Saat ini. Jika kita mengulas kebelakangan, terdapat beberapa Konflik yang menarik perhatian mata dunia, Mulai dari Konflik Afghanistan, Iraq, Libya, Mesir, Hingga Kawasan Yaman. Namun, dari sekiam banyak Konflik yang ada di Kawasan ini, terdapat satu konflik yang seakan menjadi Konflik yang terpelihara oleh dunia barat. Agresi yang tak kunjung berhenti dikawasan Palestina, bahkan dalam akhir pekan ini sejumlah Kontak senjata kian menguat antara Israel – Palestina (24/10/10).
Kontak Senjata yang dilakukan Faksi Hamas Palestina ini menyulut Agresi yang cukup besar dari Pihak Israel serta mendorong kembali Negara – negara Barat untuk masuk pada Kawasan Konfrontasi ini dan mulai mencoba peruntungan untuk memainkan Dominasinya di kawasan ini. Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah yakni Din Syamsuddin menjelaskan bahwa Intrik ini akan membuat Eskalasi Konflik semakin meluas. “Standar ganda Amerika Serikat yang mendukung Israel dengan memberi bantuan persenjataan dan menghadirkan Kapan induk serta Sikap tegas Presiden Vladimir Putin mendukung Palestina dengan Ibu Kota Jerussalem berpotensi mendorong perang dunia baru” Tegasnya seperti di kutip dalam Republika (15/10/2023).
Dalam Pandangan Akademis, tentu kita harus menganalisa serta menelaah kembali Under Cover dari Intrik ini. Jika kita melakukan Analisa Histori Mengenai Konflik ini, kita akan berada pada era dimana Dominasi Barat dimulai dalam kawasan ini di Era Pasca Perang Dunia. Deklarasi Balfour diduga sebagai pemicu Konflik awal yang ada di Wilayah ini yang mana Pihak Inggris selaku Pemegang Kendali atas Wilayah Palestina pasca Runtuhkan Kesultanan Ottoman.
Dalam Sebuah Jurnal Ilmiah yang berjudul Deklarasi Balfour : Awal Mula Konflik Israel Palestina karya Emilia Palupi Nurjannah turut disebutkan secara tegas bahwa Deklarasi ini mengisyaratkan Inggris yang memainkan dua kaki di wilayah ini. “Sejak Dideklarasikan pada 02 November 1917, Bagi Yahudi dengan adanya Deklarasi Balfour ini menguntungkan, pasalnya Deklarasi ini menjanjikan kaum Yahudi untuk dapat mendirikan Tanah Air di Palestina.
Jika mengacu pada Situasi Geo-Politik Internasional, kita juga dapat melihat adanya Sikap yang tidak tegas, baik Saat Era Liga Bangsa Bangsa (LBB) di didikan hingga Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dibentuk untuk menggantikannya. Hal ini ditandai dengan tidak adanya langkah Konkrit dari PBB untuk melakukan Penyelesaian Konflik. Ditambah dengan mata terbuka, kita dapat melihat banyak kepentingan Negara Negara yang ada dalam konflik ini terlepas dari Sikap Politik Dalam Negeri kita. Situasi Agresi ini juga membuat Naiknya anggaran militer setidaknya dikawasan timur tengah. Dalam Sebuah Jurnal Ilmiah dengan Judul Peningkatan Alokasi Anggaran Militer Negara Negara di Timur Tengah dan Pengaruhnya terhadap Eskalasi Konflik kawasan karya Susdarwono juga disebutkan bahwa setidaknya pada tahun 2015 hingga 2019 terjadi Kenaikan Alokasi Militer yang ada di kawasan Timur Tengah.
Konflik Kepentingan yang ada di Tanah Palestina ini tentu juga dilatar belakangi dengan faktor lain diantaranya Perang Dagang, dan Pengaruh di kawasan Timur Tengah. Hal ini terlihat Jelas ketika Amerika Serikat Melakukan Mobilisasi Pasukan dengan Menempatkan Kapal Induknya disana, sementara disisi lain, Russia berada dalam Front Pendukung Kemerdekaan Palestina dan Mengupayakan Agar menyegerakan Pembentukan Ibu Kota di Yerussalem. Seperti Kita Ketahui bersama, Russia sendiri tengah mengalami Konflik dengan Ukraina dimana Uni Eropa turut Membantu Ukraina dalam Hal Logistik Makanan dan Militerisasi dimana terdapat Amerika Serikat Didalamnya.
Terlepas dari Segala Aspek Kepentingan yang ada, Sebagai Akademisi kita juga harus memasukan Kepentingan Dalam Negeri Indonesia sendiri dalam Konflik yang ada di Tanah Palestina ini. Indonesia sendiri sudah berkali kali melakukan Upaya dalam Meredakan Konflik serta memberikan Konklusi agar Palestina dapat Merdeka Seutuhnya. Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi sendiri telah megemukakan Pendirian Indonesia terhadap Konflik yang terus berlangsung di Kawasan ini dalam Pertemuan Majelis Umum PBB di Newyork. “Saya hadir di sini untuk menyerukan penghentian kekerasan dan gencatan senjata, untuk menyelamatkan nyawa mereka yang tidak bersalah, termasuk perempuan dan anak anak.” Tegasnya seperti di kutip dalam Kompas (2/3/2021).
Satu satunya yang harus di pahami bahwa Konflik ini berlangsung tidak hanya sekedar akibat Histori Teologi, namun telah meluas kepada Intrik Politik yang tidak hanya melibatkan dua Pihak yang bersengketa namun menarik Kepentingan Politik Dominasi dari Negara Negara di Eropa.