Pendidikan, satu kata yang mewakili dari Tingkat kualitas bagi tiap Individu yang mana Pendidikan akan mampu mempengaruhi banyak aspek yakni, etika, moral, pelanaran, pengetahuan hingga empati yang dimiliki oleh seseorang. Sebagian kalangan menandang Pendidikan adalah faktor sekunder, namun sejatinya Pendidikan sendiri merupakan suatu kebutuhan Primer bagi seorang Manusia. Pendidikan layaknya asupan makanan yang butuh dan sangat diperlukan oleh manusia. Jika kita sedikit mengacu pada sejarah, momen Ketika Jepang mengalami kehancuran menyeluruh di sejumlah wilayah akibat Serangan Sekutu pada Teater perang dunia kedua, Kaisar Jepang saat itu dengan tanggap menyebut bahwa Hal yang paling pertama harus di tata ulang Kembali adalah Pendidikan karena hal ini akan mempengaruhi Keberlangsungan Generasi di Masa Depan dan Pendidikan juga dianggap sebagai Landasan Kuat dari keberlangsungan ini.
Di Indonesia sendiri, Pemerintah memiliki Program tentang Pendidikan yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 pasal 12 ayat 3 yang menyebutkan diantaranya Pemerintah Kab/Kota wajib mengupayakan agar setiap warga negara Indonesia wajib belajar sesuai Program Wajib Belajar 9 Tahun. Sejak dulu kita mengenal adanya tingkatan Pendidikan yang utamanya ada di dalam Negeri, Dari Mulai Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) dimana pada Tingkatan ini kita mengalami Proses Pendidikan formal yang mengacu pada Pelajaran – pelajaran Pokok serta Pembentukan unsur unsure tika, moral dan empati didalamnya. Namun dari tiga jenjang itu, masih terdapat tahap Pendidikan lain yang kemudian disebut sebagai Pendidikan Tinggi.
Pendidikan tinggi atau perkuliahan memiliki perbedaan yang sangat jelas dengan ketiga Jenjang pedidikan yang sebelumnya sudah disebutkan. Pendidikan Tinggi secara formal memiliki beberapa tingkatan diantaranya Diploma, Sarjana, Magister, Doktoral, dan juga Program Profesi. Pendidikan ini diselenggarakan oleh Pihak Universitas, Institut, Perguruan Tinggi, Sekolah Tinggi, sesuai dengan Pengawasan langsung dari Kementrian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Dalam Pendidikan tinggi, digunakan istilah Dosen untuk tenaga Pengajar dan juga Mahasiswa untuk penambah dari kata siswa yang digunakan pada 3 Jenjang sebelumnya. Disini, Metode Pengajaran dilakukan secara terfokus pada Bidang focus konsentrasi yang dimiliki oleh mahasiswa dan tidak seperti 3 Jenjang sebelumnya yang memberikan Materi formal secara umum untuk keseluruhan peserta ajar.
Perbedaan yang sangat terlihat antar dua jenjang ini juga dapat kita lihat secara langsung dari Mekanisme Pengajaran. Jenjang SD, SMP, dan SMA menuntut siswa untuk menjadi Pribadi yang disiplin dan disini kita dapat menemukan seorang “Role Model”. Disini juga kita lebih banyak mendapatkan Pendidikan nonformal ataupun formal terkait Etika dan Moral secara Implisit. Siswa dianggap sebagai Objek yang masih dalam tahap berkembang dan harus di tuntun secara penuh oleh sang guru. Sementara di bangku Perkuliahan, Mahasiswa yang mengajukan untuk melanjutkan pada tingkat Pendidikan ini harus menerima konsekuensi bahwa dirinya akan di anggp sudah memiliki tanggung jawab sendiri dan dianggap sudah dewasa ataupun mandiri dalam menentukan Langkah atau pilihan yang akan diambil dalam perkuliahan. Pendidikan Tinggi tidak lagi mengajarkan hal hal dasar secara Implisit kepada mahasiswa, karena pada Pendidikan Tinggi yang menjadi esensi dalam Pengajaran adalah Pengembangan Pengatahuan Individu itu sendiri serta Penakanan Pola Penalaran yang dimiliki oleh tiap mahasiswa.
Acap kali kita keliru, bahwa Pendidikan Tinggi sama dengan Pendidikan sebelumnya sehingga membuat Culture Shock bagi Mahasiswa yang baru saja bergabung dalam Institusi Pendidikan Tinggi. Tidak ada lagi Penekanan terkait “Wajib” hadir dan akan mendapatkan Punishment secara berkala jika individu tidak menunaikan kewajiban ini, karena hal ini sudah mengacu pada tugas serta tanggung jawab dari Mahasiswa itu sendiri. Hal ini juga sama dengan Tugas tugas yang kan diberikan pada tiap tiap mata kuliah.
Perbedaan ini juga menyangkut terkait Sikap aktif dan Inisiatif. Di bangku Perkuliahan, kita akan dianggap sudah memiliki sikap aktif serta inisiatif. Hal ini mengacu pada Proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) ataupun hal hal yang bersifat Adminstratif seperti Pengurusan krs, nilai atau hal hal lain yang harus dilakukan secara mandiri dan tidak lagi di tuntun secara massif oleh pihak penyelenggaran Pendidikan. Dua hal ini yang juga dianggap sebagai Kunci dari Keberlangsungan seorang mahasiswa untuk dapat mengikuti serta mengimbangi proses Pendidikan yang ada pada Perguruan Tinggi.
Faktor lainnya yang juga memiliki perbedaan dapat dilihat dari Jam Belajar yang dapat dikatakan memiliki fleksibilitas. Tidak seperti Jenjang sebelumnya yang Statis mengikuti Aturan Jadwal Mata Pelajaran, Perguruan tinggi memiliki Jadwal yang lebih dinamis. Bisa jadi Terdapat perbedaan jeda waktu yang cukup lama antara mata kuliah satu dengan mata kuliah lainnya dalam satu hari yang sama ataupun hari lainnya. Faktor dinamis ini yang kemudian membuat mahasiswa kerap melakukan aktivitas lain seperti mengikut Kegiatan Keorganisasian sebagai bentuk menambah wawasan atau daya penalaran ataupun Bekerja secara partime.