Polemik Terkait Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) terhadap Organisasi Masyarakat (Ormas) Keagamaan di edarkan secara resmi oleh Negara, baru baru ini menjadi topik yang hangat dan ramai tidak hanya di perbincangkan namun juga di pergunjingkan. Pasalnya secara mengejutkan Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dengan terbitnya PP ini, tentu Pemerintah Memberikan Babak Baru terhadap Eksploitasi Mineral dan Batubara (Minerba) Tanah Air.
Dikeluarkannya PP ini bukan tanpa alasan, Dilansir dalam theconversation.com Pemerintah berdalih bahwa Pemberian Izin ini bertujuan agar Ormas Keagamaan dapat menjadi lebih mandiri. Mandiri disini tentu dapat disinyalir terkait pengelolaan keuangan organisasi yang dapat dijalankan secara Tunggal dengan Badan Usaha yang dimilikinya. Setidaknya PP ini menyasar pada Ormas Keagamaan Seperti Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persekutuan Gereja – Gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (HGI), dll.
Pemberian Izin Tambang ini menuai banyak kritik dari segala pihak termasuk penolakan secara langsung dari Berbagai Ormas Keagamaan. Dilansir dalam laman CNN Indonesia, PGI dan KWI secara jelas menolak izin tersebut diikuti dengan Sikap Muhammadiyah yang masih menimbang dan melakukan kajian mendalam terkait hal ini. Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migraint, dan Perantau KWI Marthen Jenarut mengungkap bahwa pihaknya selalu mendorong tata kelola pembangunan yang sesuai dengan prinsip berkelanjutan. “Pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. Karena itu KWI sepertinya tidak berminat” Tegasnya (05/06/2024).
Di lain Pihak, Nahdatul Ulama mengambil sikap yang bersebrangan dengan Ormas Keagamaan lain dengan Menerima Tawaran Tambang tersebut dan sudah mengajukan Proposal terkait tawaran itu. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menyebut ini sebuah kebutuhan yang dibutuhkan NU. “Ini Pemerintah punya kebijakan afirmasi kepada ormas – ormas keagamaan. Kemudian bagaimana NU menyikapi ini ? NU ini pertama – tama seperti saya katakana, butuh, NU ini butuh” Jelasnya dalam Platform X akun @nu_online.
Problematika terkait Pertambangan ini tentu didasari dengan banyak alasan, utamanya mengenai Lingkungan Hidup yang terdampak akibat Pertambangan ini. Secara nyata, dampak dari Industri Tambang tentu sangat merugikan Lingkungan sekitar meskipun Pendapatan yang didapatkan sangatlah melimpah atas hasil Eksploitasi Alam yang terjadi ini. UU Minerba yang kerap menjadi Sorotan dari Berbagai Kritikus Baik dalam maupun Luar Negeri tidak mendapat perhatian serius terkait Pengelolaan Tambang yang sesungguhnya sangat berbahaya bagi kelangsungan kedepan.
Industri Pertambangan yang tengah menghadapi Krisis Atas Legitimasi yang serius yang kerap kali di tentang serta di tolak oleh masyarakat sekitar akibat dampak destruktif yang dihasilkan nyatanya mendapat Indikasi Bemper Baru dari Pemerintah. Terdapat banyak sekali komunitas masyarakat yang merasakan dampak negatif , mulai dari gangguan kesehatan, ketidakadilan social, hingga kerusakan lingkungan yang massif dan signifikan. Sementara Keuntungan atas garapan tambang tersebut nyatanya hanya dinikmati oleh segelintir individu dan golongan elit dan menepikan komoditas masyarakat yang menanggung beban kerugian.
Pemberian IUP yang diberikan Pemerintah ini tentu akan menjadi Intrik yang dihadapi oleh Ormas Keagamaan. Bayangkan jika Kerusakan Lingkungan yang dilakukan mendapat Label Ilahiah tentu akan menjadi Paradoks dari Ajaran Agama yang mengajarkan tentang Prinsip Kemanusiaan dan Keadilan atas segala aspek. Angin segar yang di hembuskan Pemerintah ini bukanlah tidak mungkin akan menjadi Belenggu di kemudian hari dan mengindikasi bahwa Pemerintah Memberikan “Jatah” Terimakasih atas pencapaian yang telah dilakukan pada Periode Politis sebelumnya. Jika dikaitkan dengan rangkaian Historis Politis, hal ini akan semakin menarik karena mengindikasikan bahwa Ormas Keagamaan berkomplot dengan Pemerintah dengan dalih Menjaga Akses politik Publik dan Menenangkannya agar tidak menjadi Atensi yang berlebih.
Jika hal ini terjadi, tentu akan sangat membingungkan bahwa Pengelolaan Tambang yang semula dijadikan Kedok Mashalat yang dikelola Oleh masyarakat akan berbanding terbalik sebagai Muslihat yang justru memberikan tipu daya dan Penipuan terhadap masyarakat mengatas namakan “Ilahiah”. Pemberian Label Agama semacam ini juga mengidindikasi bahwa Pemerintah Berniat Menjadikan Ormas Keagamaan Sebagai Bemper atas Kerusakan Lingkungan akibat tambang yang selama ini dilakukan oleh Swasta dan kerap mendapati banyak kritik serius. Penyanderaan yang secara nyata ini akan menjadi Bola Panas dan diikuti dengan Krisis Iklim yang kian menjadi akibat Polusi yang diberikan oleh Batu Bara dan Energi Fosil.