PUASA DALAM CINTA DAN DOA – Achmad Saeful

 

Puasa merupakan salah satu ibadah sentral yang diperintahkan kepada setiap hamba yang memiliki keyakinan terhadap Tuhan. Dikatakan sentral karena ibadah ini dapat membawa orang yang mengerjakannya meraih predikat takwa, sebuah predikat tinggi yang pasti diingankan oleh setiap hamba yang melakukan ibadah puasa. Dalam bahasa Arab, kata puasa disebut dengan shaum yang memiliki makna menahan (al-imsak). Makna ini sejalan dengan perilaku orang-orang berpuasa yang diharuskan menahan diri dari lapar dan haus. Di sisi lain, puasa dimaksudkan pula untuk menahan amarah yang bersemayam dalam diri manusia.

Upaya menahan lapar dan haus dimaksudkan agar pribadi yang melaksanakan puasa dapat merasakan penderitaan yang sering dialami kaum miskin dan papa. Sehingga, kepekaan sosial dapat terbangun dalam diri orang yang berpuasa kepada kaum tersebut. Seseorang yang memiliki kepekaan sosial tidak akan kesulitan untuk mengaktualisasikan rasa cinta kepada sesama yang sejatinya bersumber dari Yang Maha Kuasa.

Cinta adalah rasa yang menjadi bagian dari fitrah kemanusiaan. Rasa ini telah ditanamkan Tuhan sejak manusia dilahirkan. Sebagai fitrah, keberadaan cinta menjadi lebih bermakna jika mampu diaktualisasikan secara universal, tidak hanya dipraktikkan kepada orang-orang terdekat, tetapi dipraktikkan pula kepada setiap manusia. Pribadi yang berpuasa tidak boleh lupa terhadap nilai kemanusiaan universal. Dalam nilai ini terdapat ajaran tentang kepedulian. Dengan demikian, setiap pribadi yang berpuasa patut peduli kepada setiap orang yang hidup dalam kesulitan seperti kaum miskin dan papa.

Meskipun puasa merupakan ibadah yang bersifat individual, tetapi di dalamnya sarat dengan pesan sosial. Tidak makan dan minum selama sehari penuh, memiliki tujuan sosial agar terbangun sikap empati kepada sesama manusia yang sering merasakan kondisi tersebut. Disadari atau tidak dalam kehidupan modern sikap empati sering dinegasikan keberadaannya, dengan puasa pribadi yang menjalankannya diingatkan kembali tentang pentingnya sikap itu. Pribadi yang memiliki empati tidak akan membiarkan sendok dan garpu yang digunakannya menari-nari di atas piring, sementara orang-orang di sekitarnya dalam kelaparan.  

Larangan menahan amarah dalam berpuasa pun sarat pesan sosial. Amarah dapat dikatakan sebagai akar permusuhan. Seseorang yang mengedepankan amarah akan mudah terjebak dalam hal itu. Puasa hadir agar setiap pribadi yang menjalankan mampu mengontrol amarah, sehingga tidak menjadi manusia pemarah. Tatanan sosial pasti menjadi baik, bila setiap orang mampu mengendalikan amarah. Sikap saling benci dan bermusuhan yang sering lalu lalang dalam kehidupan masyarakat bangsa sulit untuk tidak dikatakan bukan bersumber dari amarah.

Puasa yang mampu menghadirkan kepedulian, sikap empati dan pengendali amarah adalah puasa yang dijalankan atas dasar kecintaan kepada Yang Kuasa. Pribadi yang cinta kepada Yang Kuasa pasti akan mampu menyajikan kebaikan dalam setiap noktah kehidupan.

 

Memperbanyak Doa

Pribadi yang berpuasa merupakan pribadi yang memiliki kedekatan dengan Yang Kuasa. Kedekatan ini dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan setiap doa yang dikehendakinya, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan khalayak. Tidak salah jika dikatakan,  momentum berpuasa adalah momentum yang paling tepat bagi setiap yang melakukannya untuk senantiasa memperbanyak doa.

Doa adalah harapan akan sebuah kebaikan. Orang-orang yang menjalankan puasa tidak boleh berhenti mengungkapkan harapan-harapan baik melalui doa-doa yang disampaikan. Semakin sering doa-doa yang berisi kebaikan disampaikan oleh orang-orang yang berpuasa, semakin mungkin Tuhan akan mengabulkan doa-doa itu.

Dalam kehidupan berbangsa, doa dapat dijadikan senjata utama bagi setiap pribadi yang berpuasa. Dalam ungkapan berbeda, setiap pribadi yang berpuasa tidak boleh berhenti untuk menyampaikan doa demi kebaikan bangsa. Berdoa untuk kebaikan bangsa merupakan konsekuensi logis bagi masyarakat yang hidup pada sebuah bangsa, tak terkecuali bangsa yang bernama Indonesia. Dengan demikian, setiap masyarakat yang berpuasa tidak boleh sungkan untuk berdoa bagi bangsanya.

Seperti jamak diketahui, saat ini kondisi kehidupan masyarakat bangsa sedang dalam kesulitan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memulihkan kondisi kehidupannya, tetapi sampai detik ini belum terjadi. Upaya akan terasa hampa jika tidak diiringi dengan doa. Untaian doa dari seluruh masyarakat bangsa, terutama dari pribadi yang berpuasa, menjadi penting dalam kondisi saat ini. Boleh jadi melalui doa pribadi yang berpuasa kondisi masyarakat bangsa kembali seperti sedia kala.

Kesadaran menyampaikan doa kepada Yang Kuasa adalah kesadaran yang mesti dimiliki oleh seseorang yang menjalankan puasa. Tuhan pasti cinta kepada doa-doa yang disampaikan oleh mereka yang berpuasa. Kecintaan itu dapat menjadikan Tuhan tidak segan untuk mengabulkan doa-doa setiap pribadi yang melakukan ibadah tersebut.

Sejatinya, perintah menjalankan puasa adalah perintah dalam rangka menguji cinta seorang hamba. Ketika hamba tersebut mampu menjalankan puasa sebagai bentuk kecintaan kepada Yang Kuasa, secara otomatis setiap doa yang disampaikan akan terijabah. Menjalankan puasa atas dasar cinta adalah kunci terkabulnya doa. Siapa pun hamba yang memanjatkan doa agar kondisi bangsa kembali seperti semula, lakukanlah puasa dengan penuh rasa cinta kepada Tuhan Yang Kuasa. Semoga kekuatan doa hamba-hamba yang berpuasa dapat mengakhiri musibah yang terjadi pada bangsa tercinta, Indonesia.

 

** Tulisan ini adalah ulasan dari buku yang berjudul Puasa dalam Cinta dan Doa

*** Penulis Buku ini adalah Dosen STAI Binamadani, Tangerang

Admin : Ty

Written by 

STAI Binamadani merupakan Perwujudan dari cita cita pendiri untuk memperjuangkan kesejahteraan kehidupan umat melalui perguruan tinggi yang dengan sengaja mentransfer ilmu ilmu agama, sosial, humaniora, dan eksakta.