Bank Syariah, Jawaban atas Monopoli Ekonomi Konvensional

Peradaban Ekonomi Dunia Modern secara kasat mata dapat dilihat memiliki kaitan erat dengan Dominasi Institusi Perbankan. Perkembangan Lembaga Keuangan atau Perbankan juga mengalami banyak sekali transformasi dari berbagai aspek yang kemudian ditandai dengan menguatnnya dominasi Perbankan Konvensional. Di Indonesia sendiri, dominasi Bank Konvensional terlihat cukup kuat. Hal ini dapat dilihat dengan berbagai Kenaikan Laba yang terjadi di tiap Bank Konvesional yang ada di tanah air, sebut saja Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Central Asia (BCA), serta berbagai Perbankan Konvensional yang sudah kuat menancapkan pengaruhnya dalam Perekonomian dalam Negeri. Meski Perbankan Konvensional memiliki banyak kelemahan, khususnya dalam Aspek Teologi Keislaman. Perbankan Konvensional tetap bertahan dan menguat di Tanah air yang notabene merupakan Negara dengan Mayoritas Muslim terbesar di Dunia. Di balik semua itu, kemudian muncul jawaban atas Monopoli yang dilakukan oleh Perbankan Konvensional yang ada di Tanah air yakni Bank Syariah Indonesia.

Bank Syariah memiliki perjalanan yang cukup Panjang di dalam negeri. Dari Fase Stagnan, Perningkatan Laba yang tidak terlampau signifikan, hingga hampir tersungkurnnya perbankan ini pada era krisis moneter yang terjadi pada 1998 hingga berujung tumbangnya rezim orde baru. Bank Syariah yang kala itu masih dimuat oleh Bank Muamalat nyatanya masih bertahan terhadap terpaan Liquidasi yang mayoritas di alami oleh mayoritas Perbankan konvensional. Meski memiliki Posisi yang stagnan atau bahkan terpuruk, Bank Syariah di Tanah air masih mendapatkan ruang gerak meskipun dalam keadaan yang terbatas.

Memasuki tahun 2000’an, Perbankan Syariah mulai Kembali tumbuh dan berkembang dengan ditandainya dengan munculnya beberapa Perbankan Syariah di banyak lini ekonomi.  Hingga pada Februari 2021, Didirikanlah PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) yang dihasilkan atas Penggabungan beberapa Bank Syariah di Tanah air dan dianggap sebagai Jawaban atas Monopoli Perbankan Konvensional. Penggabungan yang dialami oleh Bank Syariah Indonesia ini menimbulkan dampak yang cukup signifikan. Dilansir dalam Laman Finansial Bisnis.com Bank Syariah Indonesia mendapatkan Laba Rp. 4,3 Triliun, dan mmengalami kenaikan 42,% Secara tahunan (Year on year). Bahkan Tren Pembiayaan pada Bank Syariah serta Unit syariah di Indonesia menggalami Kenaikan yang cukup signifikan sepanjang 2022.

Gambar dari Akseleran

Naiknya Kondisi laba yang dimiliki oleh Bank Syariah dalam hal ini tentu akan menepis anggapan yang menyebutkan bahwa Bank Syariah tidak akan mampu mendominasi atau bahkan akan tergelincir oleh Monopoli yang dimiliki oleh Perbankan Konvensional. Muhamnad Zia Ulhaq dalam jurnalnya Peluang dan Tantangan Bank Syariah di Era Digital menyebutkan bahwa terdapat banyak sekali peluang yang dimiliki oleh Bank Syariah untuk Kembali melakukan Perkembangan melalui berbagai macam inovasi. Pertumbuhan Kesadaran masyarakat terkait gaya hidup halal ini kemudian harus di dukung dengan Upaya kemudahan yang dilakukan oleh Bank Syariah. Konsep Digitalisasi harus diadopsi demi melakukan Efisiensi serta mudahnya melakukan penyuluhan terkait Produk ataupun Kebutuhan masyarakat yang memungkinkan masyarakat dapat mengetahuinya.

Dilansir dalam Laman OCBC Benefit lainnya yang secara nyata dimiliki oleh Bank Syariah adalah Lebih tahan dari Krisis Moneter. Hal ini dikarenakan Bank Syariah memiliki Mekanisme Akad yang diatur sesuai kaidah Ekonomi Islam dengan Prinsip Bagi Hasil serta Transparansi dalam Berbagai Aspek. Bank Syariah juga dinilai memiliki Struktur Birokrasi yang tidak terlampau Panjang sehingga mampu Beradaptasi di berbagai Kondisi. Prinsip – Prinsip inilah yang kemudian menjadikan Bank Syariah memiliki Keunggulan yang membuatnya dapat bertahan hingga Kembali berlari untuk menunjukan Eksistensinya dalam Kancah Ekonomi Nasional.

Gambar dari Bank Mega Syariah
Gambar dari Dream Co

Dalam Perjalanannya, Bank Syariah juga kerap memiliki Kendala khususnya didalam Negeri. Kendala ini mengacu pada Keterbatasan Akses Informasi yang dimiliki oleh masyarakat terkait Bank Syariah. Wening Purbatin Palupi Soenjoto dalam Jurnnalnya Tantangan Bank Syariah di Era Globalisasi menyebutkan bahwa Minimnya Informasi terkait Akses Bank Syariah menjadi salah satu kendala utama yang termuat pada publik, ditambah adanya berbagai presepsi yang salah tentang bank syariah. Presepsi yang kurang ttepat ini kerap dianggap sebagai bank yang memiliki sifat sectarian sehingga segala transaksinya dan operasionalnya hanya di peruntukan teruntuk golongan umat beragama tertentu, sementara realitasnya tidak demikian. Minimnya literatur ini yang kemudian harus di tangani secara massif oleh Bank Syariah dengan memanfaatkan segala bentuk transformasi teknologi.

Dari rentetan peristiwa ini, kita dapat menganalisa bahwa anggapan terkait minimnya Peminatan yang kemudian menimbulkan Bank Syariah tidak mampu Eksis khususnya di era modernisasi ini tentu tidaklah benar. Bank Syariah mengalami berbagai macam transformasi yang kemudian berimplikasi dengan naiknya bursa saham yang ia miliki. Di Tengah Persaingan atau bahkan Dominasi Ekonomi yang kemudian seakan di Monopoli Oleh Bank Konvesional, nyatanya Bank Syariah Mampu menaikan Pamor dan bukan hanya terpuruk dalam Fase Stagnansi namun mendapatkan Rasio kenaikan yang tinggi untuk kemudian dapat Mendominasi dalam Ekonomi Dalam Negeri.

Written by 

STAI Binamadani merupakan Perwujudan dari cita cita pendiri untuk memperjuangkan kesejahteraan kehidupan umat melalui perguruan tinggi yang dengan sengaja mentransfer ilmu ilmu agama, sosial, humaniora, dan eksakta.