Fenomena Orang dalam: Budaya Instan Suburkan Nepotisme ?

Problematika Pencarian Kerjaan yang terjadi sekarang ini menimbulkan efek domino hingga berantai yang ada di tengah – tengah masyarakat. Jumlah Populasi para Pencaker dengan Keterbatasan Lapangan Pekerjaan serta Persaingan Dunia Kerja menjadi salah satu faktor utama atas sulitnya menggapai kesejahteraan di Negeri sendiri. Terlebih, polemik ini justru menimbulkan Fenomena baru sebagai Langkah instan untuk mendapatkan Pekerjaan. Hal ini ialah Fenomena “Orang Dalam”.

Gambar dari Harian Haluan

Istilah “Orang Dalam” atau Insider ini jika mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah Orang yang ada dalam satu Lingkungan. Fenomena ini yang sebelumnya merupakan sebuah Undercover justru seakan menjadi hal yang lumrah hingga bahkan di maklumi saat ini. “Orang Dala” ini sendiri biasanya mengacu pada seseorang yang dapat memberikan akses ataupun meloloskan seorang individu dalamm mendapatkan Pekerjaan di suatu Instansi. Fenomena ini juga bahkan terjadi di berbagai sektor kebutuhan, baik dari sisi Ketenagakerjaan, Pendidikan, Pelayanan Akses Kesehatan hingga Beberapa hal lainnya.

Fenomena “Orang dalam” ini tentu sangat identik dengan Nepotisme yang mengutamakan sanak saudara ataupun kerabat sendiri untuk memperoleh sesuatu hal yang biasanya mengacu pada Jabatan atau posisi tertentu. Praktik “Orang dalam” ini terhitung menjadi kebutuhan utama bagi khalayak masyarakat dalam mendapatkan berbagai jenis akses tentu secara langsung dapat menyuburkan Praktik Nepotisme secara massif di berbagai jenis instansi. Jika mengacu pada Rekrutmen ataupun Kebutuhan Pekerjaan masyarakat Indonesia, Dilansir dari laman databook.katadata,. setidaknya Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada 1.819.830 juta orang yang tercatat mencari kerja pada Tahun 2023. Bahkan dikatakan bahwa rasio ini naik sekitar 94,18% dibandingkan tahun sebelumnya. Minimnya terkait Lapangan Pekerjaan tentu akan membuat celah baru bagi para Oknum Rekruiter untuk memberikan “Beberapa Akses” dan menjadinya dirinya sebagai Orang dalam untuk memuluskan beberapa orang yang tentunya memberikan Fee terhadap dirinnya.

Suara Muhammadiyah
Gambar dari Kompas

Praktik Orang dalam hingga Nepotisme ini tentu menimbulkan berbagai Problematika serta efek domino. Hal ini disebabkan Sebagian besar individu yang mendapatkan akses kemudahan untuk lolos kerap kali kedapatan tidak memiliki kompetensi di bidang terkait. Proses Recruiter yang dilakukan secara umum dengan mengedepankan Aspek Kompetensi ataupun Kemampuan dari suatu Individu dilewatkan atau bahkan diikuti sebagai Langkah “Formalitas” sehingga menciptakan Individu yang tidak sesuai dengan kriteria.

Gammbar dari Merdeka

Dr. Sigit Hermawan dalam Bukunya Rekrutmen dan Seleksi Antara Nepotisme dan Professional menyebutkan bahwa Budaya Nepotisme sendiri berdampak buruk bagi masyarakat umum. Dampak yang terjadi ini diataranya akan Timbul rasa Diskriminasi terhadap upaya kesempatan pengembangan diri atau karir yang implikasinya pada turunnya motivasi kerja dan kinerja mereka. Praktik ini tentunya juga dapat menutup kesempatan orang lain yang memiliki kompetensi mumpuni untuk berkembang. Terlebih, Praktik ini akan menimbulkan Pragmatisme yang makin liar di ranah masyarakat terkait akses mendapatkan pekerjaan tertentu.

Praktik “Orang dalam” ini secara massif tentu akan memiliki pengaruh pada suatu Instansi, baik secara Implisit ataupun Eksplisit hingga Paradigman masyarakat memandang sama seluruh instansi sebagai akibat lumrahnya praktik ini. Jika hal ini terjadi, maka tentunya akan menurunkan Kapabilitas dari suatu Institusi dan akan mempengaruhi pula tingkat kinerja dari suatu Instansi akibat kecemburuan sosial. Fenomena ini juga memiliki dilematis karena dianggap sebagai Langkah utama dalam menggapai Efisiensi rekrutment, Taufan Lazuardi dalam Penelitiannya Nepotisme dalam Proses Rekrutmen dan Seleksi: Potensi dan Kelemahan menuturkan bahwa Praktik Orang dalam ini dapat berdampak Positif apabila subjek yang terpilih benar – benar memiliki kemampuan dan kapasitas yang baik. Hal ini juga dapat menguntungkan karena dapat memangkas waktu serta efektivitas dalam proses rekrutmen. Sementara Kelemahan pada sistem ini tentu akan menimbulkan ketergantungan serta minimnya daya juang yang dimiliki oleh individu.

Gambar dari Glintz
Gambar dari Wix

Kelumrahan yang terjadi akibat “Orang dalam” ini tentu akan menimbulkan efek berantai jika terus menerus di biarkan. Hal ini juga akan berdampak pada Potensi yang dimiliki oleh Individu yang memiliki kapabilitas tinggi ataupun kualitas. Sukses tanpa bantuan orang dalam sejatinya dapat diraih dengan mudah dan dengan terhormat. Dilansir dari laman kumparan, Hal ini dapat diraih jika seorang Individu memahami Potensi ataupu Kelebihan yan ada pada dirinya, hal ini perlu diutamakan karena nantinya kita akan mencoba mengkorelasikan Pekerjaan yang kiranya dapat kita ambil. Terlebih, seorang individu dapat meningkatkan Kualitas baik diri sisi kompetensi ataupun hal lain yang secara tidak langsung dapat memberikan nilai tambah terhadap dirinya.

Written by 

STAI Binamadani merupakan Perwujudan dari cita cita pendiri untuk memperjuangkan kesejahteraan kehidupan umat melalui perguruan tinggi yang dengan sengaja mentransfer ilmu ilmu agama, sosial, humaniora, dan eksakta.