MENYINGKAP SPIRIT ‘IDUL FITRI, UNTUK KESALEHAN SOSIAL

Hadirin Kaum muslimin yang berbahagia

Pada hari ini, kaum muslimin di seluruh dunia sedang menghadapkan wajahnya ke arah yang sama dan mengumandangkan takbir, tasbih dan tahmid yang sama, ada yang di masjid, ada yang di lapangan dan di tempat-tempat lain. Semuanya, mengumandangkan tahlil, takbir, dan tasbih, mengagungkan dan menyucikan asma Allah SWT. Kita semua sedang merayakan hari Raya Idul Fitri, satu hari yang dinisbahkan dengan ungkapan syukur setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa. Idul Fitri juga dinisbahkan sebagai hari di mana orang yang telah berpuasa, mencapai tingkat keadaan terampuni yakni kembali kepada fitrahnya sebagai insan, ‘id ila fitrah.

Hadirin Kaum Muslimin yang Berbahagia

Dari segi lughawi atau secara kebahasaan ‘id ila fitrah adalah kata majmuk atau yang dalam bahsa Arab disebut tarkib’ idofi, yang terdiri dari ‘Id dan al-Fitr. ‘Id semula berasal dari kata ‘auda yang berarti kembali. Hari Raya disebut ‘Id karena ia kembali pada setiap tahun. Sementara kata al-fitr adalah sifat kejadian bagi setiap makhluk. Maka jika disebut fitrah manusia, hal itu berarti sifat dasar manusia ketika ia diciptakan sebelum ia tercemari oleh sifat-sifat lain setelah ia hidup di dunia ini. Maka ‘Idul Fitri bisa berarti kembalinya manusia kepada sifat-sifat aslinya ketika ia diciptakan pertama kali.

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ ﴿٣٠﴾

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, (QS:ar-rum 30)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Dengan Idul Fitri ini umat muslim diharapkan dapat mengembalikan dirinya ke asal kejadiannya yang suci dengan berbuat amal-amal baik. Itulah karakter manusia ketika sebagai ruh. Namun ketika ruh itu dipertemukan dengan jasad kasar kemudian menghirup udara dunia ini, masalahnya menjadi lain. Hal itu karena ruh yang masih tetap dalam watak keasliannya (fitrah) sementara jasad mulai tergoda dengan tuntutan-tuntutan kenikmatan duniawi yang bersifat sementara dan sesaat. Disinilah mulai terjadi tarik menarik antara kepentingan ruhani dan kepentingan jasmani (duniawi). Pergumulan antara dua kutub kepentingan ini akan terus berlanjut  sampai manusia yang bersangkutan  meninggalkan dunia ini.

Ramadhan dan Kepedulian Sosial.

Kaum Muslimin yang berbahagia; oleh sebab itu dalam kesempatan mengakhiri rangkaian dari ibadah puasa tahun ini kiranya layak kita mengajukan pertanyaan kepada diri kita masing-masing : Hikmah atau tuntunan luhur apakah yang telah dapat kita petik dari ibadah puasa kita? Jawaban atas pertanyaan demikian tentu saja hati nurani kita masing-masing yang  paling tahu. Namun marilah kita bersama mencoba merumuskan beberapa di antaranya.

Pertama, dengan ibadah puasa kita ditempa dan dibiasakan untuk memiliki rasa dekat dengan Allah SWT.
Kedua, puasa menanamkan pada diri kita rasa peka terhadap orang lain yang hidupnya kekurangan dan kelaparan.

Allahu Abar, Allahu Akbar, Allahu Akbar !

            Selanjutnya hikmah puasa yang ketiga adalah kita diajarkan untuk membersihkan diri dengan bertaubat dari segala dosa yang telah kita perbuat dan berjanji kepada diri sendiri untuk senantiasa memperbaiki diri.

Download selengkap nya disini :

Written by : H.Fuad Masykur, S.Ag, MA
DOSEN S-1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
STAI BINAMADANI TANGERANG

Written by 

STAI Binamadani merupakan Perwujudan dari cita cita pendiri untuk memperjuangkan kesejahteraan kehidupan umat melalui perguruan tinggi yang dengan sengaja mentransfer ilmu ilmu agama, sosial, humaniora, dan eksakta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *