BUKU “TERAPI SPIRITUAL: KOMUNIKASI MERAWAT PASIEN”

Tulisan buku ini dilatar-belakangi oleh suatu keadaan yang dialami oleh pasien di rumah sakit. Pasien -terutama yang menderita penyakit berat, kronis, pasca operasi, mendekati sakaratul maut (naza’, dying) mengalami kondisi multidimensi yakni di samping mengalami sakit pada aspek fisik, juga menderita gangguan secara mental, spiritual, bahkan teologis. Kondisi pasien semacam ini selain membutuhkan pengobatan secara medis, juga memerlukan bimbingan dan layanan asuhan mental spiritual guna mengatasi goncangan psikis dan spiritual yang dialaminya. Di sisi lain, petugas medis harus memberikan asuhan keperawatan secara holistik berupa pelayanan kesehatan dengan memperhatikan keseluruhan aspek kebutuhan pasien, seperti; biologis, psikologis, sosial, kultural, bahkan spiritualnya.

Meskipun asuhan keperawatan holistik mengharuskan perawat juga memperhatikan pemenuhan kebutuhan spiritual pasien, namun dalam banyak penelitian ditemukan fenomena bahwa perawat jarang atau bahkan cenderung mengabaikannya. Misalnya, hasil survey Puskom Kementerian Kesehatan RI terhadap rumah sakit di Indonesia tahun 2014 menunjukkan asuhan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan spiritual belum diberikan oleh perawat secara optimal. Diketahui sekitar 54-74 % perawat melaksanakan instruksi medis, 26 % perawat melaksanakan pekerjaan administrasi rumah sakit, 20 % melaksanakan praktik keperawatan yang belum dikelola dengan baik, dan 68 % tugas keperawatan dasar yang seharusnya dikerjakan perawat dilakukan oleh keluarga pasien.

Penggunaan komunikasi sebagai pendekatan dalam menyembuhkan masalah spiritual dan psikis pasien telah mulai dikembangkan dan dipraktekkan dalam dunia kesehatan. Dalam konteks asuhan keperawatan, yang dimaksud dengan komunikasi spiritual terapeutik adalah berlangsungnya interaksi penyampaian pesan-pesan bermuatan spiritual oleh perawat (komunikator) kepada pasien (komunikan) hingga dapat menciptakan suatu persamaan makna antara keduanya. Proses komunikasi itu sendiri bertujuan untuk memberi pengaruh positif (terapi) bagi pasien, sehingga memberikan efek kesembuhan.

Upaya perawat dalam menangani masalah spiritual pasien diimplementasikan pada beberapa tahapan interaksi komunikasi spiritual terapeutik, yaitu: Pertama, tahap perkenalan/orientasi. Tahap ini merupakan fase awal interaksi perawat dengan pasien. Pada tahap ini, komunikasi spiritual terapeutik dilakukan untuk membangun kedekatan emosional dan membina hubungan saling percaya dengan pasien.

Kedua, tahap kerja. Tahap ini merupakan fase terpenting hubungan perawat dan pasien karena berkaitan dengan intervensi penyembuhan yang akan dilakukan. Upaya intervensi penyembuhan dilakukan perawat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan spiritual pasien. Perawat selanjutnya melakukan tindakan intervensi untuk membantu pasien mengatasi masalah spiritual yang dialaminya. Langkah awal yang dapat ditempuh perawat dalam intervensi penyembuhan ini adalah mengajak pasien mengobrol secara terbuka dan rileks tentang derita sakitnya. Berikan waktu leluasa kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya tentang semua yang dirasakan dan dialami terkait kondisi sakitnya. Sementara perawat mendengarkan aktif dan memberikan respon positif atas ungkapan-ungkapan yang disampaikan pasien.

Berikutnya, perawat melakukan intervensi penyembuhan sesuai masalah spiritual pasien yang akan ditangani dengan menggunakan beberapa strategi berikut: 1) Membangkitkan kekuatan spiritual pada diri pasien. Hal ini dilakukan dengan cara meningkatkan kepercayaan diri pasien, menumbuh-kembangkan rasa optimis, pasrah, dan percaya sepenuh hati akan mendapatkan kesembuhan, serta menggantungkan harapan dan pertolongan dari kekuatan Allah Swt; 2) Menanamkan mindset yang benar pada pikiran pasien tentang arti derita sakit dalam perspektif keimanan. Hal-hal yang distimuluskan seperti bahwa derita sakit diberikan sebagai wujud kasih sayang Allah Swt kepada pasien, derita sakit merupakan takdir dari Allah Swt, pasien pasti sanggup menanggung cobaan dari Allah Swt, pada kejadian sakit yang dialami pasien pasti mengandung hikmah tertentu, dan lainnya; 3) Membimbing pasien melakukan aktifitas-aktifitas ibadah yang menunjang kesembuhan, seperti; ibadah shalat, dzikir, dan do’a.

Ketiga, tahap terminasi. Tahap ini merupakan fase terakhir dari setiap interaksi perawat dengan pasien setelah dilakukannya intervensi penyembuhan spiritual. Perawat mengevaluasi intervensi keperawatan spiritual yang telah dilakukannya, apakah memberikan pengaruh positif atau belum terhadap pasien. 

Pendekatan komunikasi spiritual terapeutik bersumber al-Qur’an terlihat efektif untuk menangani masalah spiritual pasien khususnya yang beragama Islam. Hal ini karena terdapat keterkaitan erat antara kegiatan transformasi pesan bermuatan spiritual dengan keyakinan dan sistem keberagamaan seorang muslim. Karenanya, buku ini memberikan saran dilakukannya penelitian dengan menggunakan pendekatan komunikasi spiritual terapeutik bersumber dari kitab suci atau dogma agama lain. Saran berikutnya adalah pihak manajemen suatu rumah sakit hendaknya membekali para tenaga medis -khususnya perawat- dengan pengetahuan dan ketrampilan komunikasi spiritual terapeutik bersumber dari al-Qur’an, mengingat latar belakang pendidikan, tingkat spiritualitas yang dimiliki, dan pemahaman keberagamaan para perawat berbeda-beda.

Written by 

STAI Binamadani merupakan Perwujudan dari cita cita pendiri untuk memperjuangkan kesejahteraan kehidupan umat melalui perguruan tinggi yang dengan sengaja mentransfer ilmu ilmu agama, sosial, humaniora, dan eksakta.