MK beri Putusan, Praktisi beri Jawaban !

Meningkatnya Eskalasi Politik dalam Negeri saat ini tentu menjadi Perhatian yang cukup Hangat di mata Publik utamanya berkenaan Topik pembicaraan yang sangat hangat saat ini tentang Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Batas Usia Pasangan Capres/Cawapres (23/10/2023).

Bola panas yang diberikan oleh Mahmakah Konstitusi (MK) terkait dikabulkannya Uji Materiil Pasal 169 Huruf Q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) ini memberikan Skema Skeptis terhadap publik mengenai Integritas dari Lembaga itu sendiri.

Menyikapi Berkenaan dengan Problematika Politik dalam Negeri yang saat ini sedang berlangsung, sebagai seorang Akademisi tentu kita haruslah memiliki pandangan yang lebih luas serta mendalam guna menelaah terkait Pandangan yang harus Dikaji serta diambil. Sikap tenang dimana diartikan sebagai tenang dalam mengambil keputusan dan tidak terbawa arus Bola Panas serta liar yang ada juga menjadi Poin utama sebagai seorang Akademisi. 

Dalam Politik, kita tentu mengentahui tentang adanya Teori “Jarum Hipodermik” dimana Publik akan menjadi pihak yang tersuntik berkenaan dengan informasi satu arah yang ia terima dengan lugas dan mutlak. Disinilah Fungsi Praktisi akademik yang harus memberikan penjelasan mengenai sikap Politik.

Skema yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi ini tentu membuat Publik menjadi Skeptis berkenaan dengan Integritas dari Lembaga itu sendiri. Pasalnya, Pengabulan Putusan ini tentu akan Mengerucutkan Pandangan Publik kearah Opini Publik terkait “Dinasti Politik” yang diambil oleh Presiden selaku pemangku Kebijakan Eksekutif. Bola panas ini akan berputar pada Sosok Presiden, Ketua Mahkamah Konstitusi, dan Walikota Solo yang masih dalam Lingkup Keluarga. Ketua MK, yakni Anwar Usman sendiri merupakan Adik Ipar dari Presiden Joko Widodo. Sementara Walikota Solo tidak lain adalah Anak sulung dari Presiden Joko Widodo.

Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) juga mengomentari berkenaan dengan Putusan MK ini, Ia mengisyaratkan bahwa ada Kepentingan Individual dari masing masing hakim terkait permasalahan ini. “Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 tidak mendapatkan suarat bulat. Bahkan Putusan ini bisa menunjukkan betapa diametralnya posisi hakim. Lima orang hakim yang mengabulkan, dua diantaranya dengan alasan berbeda atau Concurring Opinion menunjukkan kuatnya dugaan konflik kepentingan di dalam perkara” ungkapnya di kutip dalam laman Republika (17/10/2023).

Situasi ini seakan menjadi jawaban saat Prabowo Subianto selaku Salah satu Bakal Calon Presiden (Bacawapres) yang secara tegas mengungumkan Pemilihan Gibran Rakabuming raka menjadi Pasangan Bakal Calon Wakil Presiden (Bacawapres) yang akan menemaminya pada Kontestasi 2024 dan mengeluarkan statemen akan mendaftar sebagai Pasangan Politik yang Sah pada 25 Oktober 2023.

Tentu dalam Pandangan Akademis, Politik Dinasti merupakan Kondisi Kekuasaan yang memiliki lingkup “Warisan” turun menurun ataupun Menyasar Kekuasaan pada Lingkup Kerabat. Praktik ini Idealnya terjadi secara Terbuka pada Lingkup Pemerintahan yang menganut Sistem Kerajaan. Berbanding dengan Indonesia yang menganut Sistem Republik dengan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan didukung dengan Mekanisme “Demokrasi” yang mengartikan bahwa Suara Utama ada di Tangan Rakyat.

Memang, dalam Asas Demokrasi Rakyat memiliki kedudukan yang sama satu dengan lainnya dimata Konstitusi ataupun Hukum. Praktisi Politik Effendi Ghazali juga mengomentari mengenai dinasti politik yang menjadi Opini di masyarakat.Ia menyampaikan pandangannya bahwa akan sangat berbahaya jika Akademisi sudah mulai membela dinasti politik. “Jadi maksudnya kalau berdasarkan teori ada 4 lapisan yang membela dinasti itu, barangkali nggak disuruh, ada keinginan juga dari bawah. Pertama Aparatur negara, kedua relawan di beberapa tempat ada jawara, ketiga lapisan agamawan, keempat ini yang paling berbahaya kalau sudah mencapai puncakanya akademisi dan intelektual.” Ungkapnya dikutip dari detiknews (16/10/2023).

Kita berharap agar kiranya Praktik “Dinasti Politik” tidak terjadi di Indonesia karena tentu hal ini akan menciderai Nilai – nilai Demokrasi yang ada dan sudah digaungkan oleh para “Founding Father” serta Para Pejuang Demokrasi yang ada.

Written by 

STAI Binamadani merupakan Perwujudan dari cita cita pendiri untuk memperjuangkan kesejahteraan kehidupan umat melalui perguruan tinggi yang dengan sengaja mentransfer ilmu ilmu agama, sosial, humaniora, dan eksakta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *